Berulang-ulangnya aksi teror hingga pengklaiman hasil jerih budaya nenek moyang oleh bangsa lain tak lain hanyalah cambuk dan energi demi tercapainya nasionalisme yang lebih bermartabat apabila disertai dengan solusi dan tahapan penyelesaian yang memuaskan warga negara. Saling tuding sudah tidak jamannya lagi, menyatukan persepsi kebangsaan atas nama kepentingan negara dan rakyat banyak sudah seharusnya menjadi nafas para politikus dan pemegang kekuasaan. Daripada nanti ketika turun takhta akan dicaci dan dipenjarakan karena kesalahan dalam merujuk paradigma sehingga tidak ada lagi salah arah penyelesaian permasalahan bangsa. Barangkali konsep-konsep optimisme untuk penyelesaian kedepan akan beradu tajam dengan penyelesaian masa lalu yang dianggap sebagai pesimisme karena mengungkit kuburan permasalahan meski dalam benak tiap kepala anak bangsa masih membekas dan menjadi "unfinished bussiness", baik sadar atau tidak sadar semua masalah bangsa harus diselesaikan dengan bijak secara negarawan dan kerelaan atas nama kebenaran yang bisa diungkapkan demi pembelajaran generasi penerus agar tidak merasa dibohongi dan memiliki kewarasan berpikir yang prima tanpa "missing link" dalam mencerna keindahan sejarah masalalu.
Tanpa menafikan ajaran agama yang lainnya. Beruntunglah negeri Indonesia memproklamirkan diri pada hari Jumat Legi, 9 Ramadhan 1364 Hijriyah, namun lebih dikenal sebagai 17 Agustus 1945, apa misterinya angka-angka tersebut biarlah menjadi kajian pihak lain yang bersangkutan. Indonesia merdeka disaat berlangsungnya bulan suci Ramadhan, memiliki makna yang sangat dalam, dimana akan selalu ada proses penyucian kembali kepada pemerintahan maupun proses-proses demokrasi yang janggal. Tercermin dari sikap penghayatan serta perjuangan rakyat kecil yang tidak mengenal rasa lelah dan kesal pada pemimpinnya, sejauh untuk kemaslahatan bangsa semua maka seluruh rakyat Indonesia akan mengamininya, betapa kekuatan rakyat pada 10 Nopember 1945 di Surabaya, atau pada Serangan Umum 1 Maret di Jogja, pada peristiwa Bandung Lautan Api, dan peristiwa-peristiwa besar di Sumatera, Sulawesi maupun belahan bumi Indonesia lainnya betapa seia sekata dan tak terkoyakkan.
Jenuh dan terlalu banyak kehancuran dan kehancuran yang dirasakan di masa lalu yang tidak boleh dilupakan, semuanya adalah perjuangan untuk membuktikan kebesaran bangsa ini, namun belum teruji benar ketika untuk mengakui dan mengungkapkan kebenaran atas peristiwa masa lalu, sehingga kadang luka-luka bathiniah bisa dikelola oleh pihak-pihak yang hanya mementingkan kepentingan sesaat untuk menjerumuskan dan mencelakakan pihak lainnya karena permasalahan masa lalu yang belum pernah tercerahkan untuk diselesaikan bahkan ketika sedang menjalani masa-masa transisi keadilan setelah reformasi besar yang dengan cepat diubah arahnya karena kekosongan kekuasaan dan deadlocknya kompromi akan permasalahan yang mencederai hak asasi manusia, bahkan salah perlakuan atas usaha-usaha penyelesaian kasus pelanggaran berat hak asasi manusia karena kepentingan elite tertentu. Seakan mereka menafikan bahwa lahirnya negara proklamasi ketika saat bulan suci umat Islam tidak ada sangkut pautnya dengan keberadaan Tuhan semesta alam sebagai penentu dan pemberi ridha atas keberlanjutan misi kebenaran dan eksistensi Illahiyah. Sebagai misal bahwa pemilihan tanggal 17 adalah jumlah rakaat sholat wajib selama satu hari, kemudian angka 45 dan lain sebagainya yang mengarah kepada pengakuan eksistensi-Nya.
Sekaranglah saatnya sebelum terlalu jauh untuk melupakan, dicanangkan suatu kemauan politik penyesalan akan masa lalu, karena akibat-akibat yang tidak menyenangkan disaat ini disamping gejolak perekonomian dan makin beratnya beban hidup yang harus ditanggung pribadi demi pribadi insan warga negara. Tentulah para penguasa adalah persona-persona yang mencerminkan idea bijak bestari dimana bisa menempatkan kesalahan sebagai proses pembelajaran bersama demi kebaikan yang dicita-citakan bersama. Hal inipun menjadi semangat pembangunan di banyak negara maju agar tidak ada lagi potensi-potensi gesekan untuk berkonflik dan diadu domba tanpa mengetahui untuk apa gerangan. Cukup membinarkan mata hati ketika seorang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berkomentar atas perih hati dari ulah anak bangsa yang tidak waras dalam menjalankan misinya untuk merongrong bangsa ini:
"Barangkali ada diantara kita, yang diwaktu yang lalu melakukan kejahatan, membunuh, menghilangkan orang barangkali, dan para pelaku itu barangkali masih lolos dari jeratan hukum, kali ini negara tidak boleh membiarkan mereka menjadi drakula dan penyebar maut di negeri kita. Saya tahu selama lima tahun ini pihak kepolisian telah berkali-kali mencegah dan menggagalkan aksi terorisme. Telah bisa menyita bahan peledak yang siap diledakkan, sudah bisa membongkar beberapa jaringan, meskipun lolos hari ini, terjadilah musibah yang sangat merobek keamanan dan nama baik bangsa dan negara kita."Semoga usaha bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang insya Allah juga masih menjabat pada periode mendatang, tidak mengalami hambatan yang berarti dalam menumpas terorisme sekaligus kado hadiah bagi kemerdekaan Indonesia ke 64, juga sebagai berkah Romadhon tahun 1430H, sebagai pembuktian bahwa umat Islam sebagai mayoritas agama yang dipeluk di Indonesia masih solid untuk membangun negara dalam kerangka demokrasi dan perdamaian dunia, tanpa secuil niatan untuk mencelakai dan menodai aspek-apek Hak Asasi Manusia Universal sebagai momentum terciptanya kembali semangat menyejahterakan rakyat dan bangsa Indonesia, dengan menumpas dan membina kejahatan-kejahatan hak asasi manusia maupun para perongrong negara penyebab hancurnya perekonomian dan rasa percaya diri atas rasa kebangsaan dan menuju idea pembangunan pro kerakyatan idaman seluruh masyarakat.
(Konferensi Pers Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pasca ledakan bom Kuningan, Jum’at 17 Juli 2009)
Keputusan terbaik untuk saat ini memang harus dibicarakan dan diinisiasi sendiri oleh Presiden, terutama untuk kasus-kasus pelecehan budaya dan hak atas nama kempemilikan budaya maupun wilayah yang selalu di coba oleh bangsa lain untuk diklaim, harus menjadi semacam "second wind" atau energi tambahan sebagai cambuk semangat membangun pengertian bersama untuk menumbuhkan rasa nasionalisme yang semakin lama semakin berkembang menurut perjalanan zaman, agar tidak tergilas karena kesalahan-kesalahan yang tidak prinsipil.
Semangat Ramadhan yang suci hendaknya memberikan semacam "ice breaker" terutama karena berdekatan dengan peringatan kemerdekaan yang ke 64, serta setelahnya adalah pelantikan pemimpin bangsa Indonesia hasil pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang baru saja sukses dilakukan. Tahun 2009 merupakan tahun yang sangat sibuk dalam peristiwa politik, semoga datangnya bulan penuh rahmat dan berkah ini menyirami jutaan hati insan Indonesia untuk bisa memelihara hati dan jati diri bangsa perjuangan para leluhur bangsa. Mawas diri kepada lingkungan, dapat berjamaah dan mengenal tetangga dengan lebih baik melalui serial ibadah Ramadhan, yang menempatkan ukhuwah pada akhirnya sebagai simbol kemenangan setelah berpuasa sebulan. Bukankah dengan ukhuwah pula negeri ini bisa bersatu, bisa mengenal baik dan buruk, saling mengingatkan antar tetangga dalam kehidupan berbangsa yang arif, serta memelihara kebijakan-kebijakan lokal sang jembatan hati, ideologi, ekonomi, budaya maupun kehidupan sosial yang selama ini tidak tertelaah karena kesibukan sehari-hari dalam pekerjaan dan tugas-tugas profesional yang diemban.
Mudik sebagai wujud budaya kerakyatan adalah berkah Ramadhan dan kemerdekaan sekaligus, dimana setiap keluarga dapat berbahagia berkumpul, saling memaafkan dan menabur persaudaaran kembali. Sebuah tradisi yang indah apabila bisa diceritakan oleh jutaan mulut dan hati yang merayakannya secara resmi dan dirayakan secara nasional. Berkumpulnya jutaan tenaga kerja di wadah lingkungannya sendiri untuk merencanakan masa depan bersama setelah berhari raya. Membawa pulang seperangkat oleh-oleh dari wilayah lain menjadikan kultur ke-Indonesia-an akan semakin berkembang, dan bagaimanapun zakat dan sodakoh memberikan sedikit banyak pemasukan bagi kas daerah. Sebuah keindahan tiada tara yang tak sanggup jutaan blog bisa menceritakkannya, wallahualam...
Demikianlah tulisan enteng-entengan ini disubmitkan juga sebagai peserta "Lomba Blog dijaminmurah.com 2009". Sebagai apresiasi kepada usaha-usaha dalam membangun memajukan dunia Informasi dan Tehnologi secara murah di Indonesia namun tetap bergengsi dengan domain sendiri. Sebagai implikasinya dalam mendukung idea pro rakyat kecil agar bisa membuka usaha maupun untuk sharing saling bertukar informasi melalui internet agar tidak terlalu terdesak dalam percaturan informasi dan tehnologi. Adapun jika berminat untuk menjadi klien pemasar domain dan hosting termurah tidak harus mengikuti Lomba Blog DJ 2009 ini namun silahkan membuktikan sendiri dan membandingkan harga-harga paket yang edan-edanan di:
- paket freedom - beli hosting gratis domain
- paket blogger - cocok buat blogger
- paket server US! - hosting murah server USA
- paket standard - pas dikantong
- registrasi domain - domain murah
Sebagai informasi, Ayo buruan mendaftar dan saling memberikan sharing atas tema yang diusung lomba blog dijaminmurah.com 2009 ini. Semoga sukses dan menikmati kemurahan paket-paket yang tersedia, omong-omong saya juga menghostingkan satu blog di dijaminmurah.com dan sekarang semakin yakin setelah manajemennya diusung langsung oleh PT. Ardh Global Indonesia, untuk kemudian mari mendengarkan lagu sebagaimana kebiasan postingan disini...
Kesaksian
Iwan Fals - Kantata Takwa
Aku mendengar suara
Jerit makhluk terluka
Luka luka hidupnya
Luka
Orang memanah rembulan
Burung sirna sarangnya
Sirna sirna hidup redup
Alam semesta luka
Banyak orang hilang nafkahnya
Aku bernyanyi menjadi saksi
Banyak orang dirampas haknya
Aku bernyanyi menjadi saksi
Mereka dihinakan
Tanpa daya
Ya tanpa daya
Terbiasa hidup sangsi
Orang orang harus dibangunkan
Aku bernyanyi menjadi saksi
Kenyataan harus dikabarkan
Aku bernyanyi menjadi saksi
Lagu ini jeritan jiwa
Hidup bersama harus dijaga
Lagu ini harapan sukma
Hidup yang layak harus dibela