Warna lain aroma sama

Gajah bertarung pelanduk mati di tengah, bagaikan sudah didepan mata saja peribahasa itu dalam kenyataannya. Para orang pintar pejuang demokrasi di sini sepertinya sedang merasa tercederai dengan penilaian buruk pelaksanaan contreng-mencontreng 9 april 2009 beberapa hari yang lalu. Betapa para warga yang baik yang ingin menyampaikan aspirasi saat ini dijadikan alasan untuk memperpanjang permasalahan kepemiluan yang semakin menjadikan pilu perasaan di hati.

Para ksatria yang ingin mendapatkan simpati para jelata, mulai berebut, meskipun mereka juga sudah tidak seratus persen lagi percaya terhadap proposal yang diajukan oleh para broker suara sialan itu. Namun dana sudah terlanjur dicairkan, maka prinsip kehati-hatian plus beberapa prosen kecurigaan mulai menggelayuti pikiran mereka. Siapakah lagi yang menjadi korban atas nama pembangunan prasarana umum yang dibutuhkan itu, kalo bukan para jelata lagi.

Sepertinya komoditas pilu ini memang sangat menggiurkan sekaligus mencelakakan produsen dan konsumennya, hanya kelompok marketinglah yang mengatasnamakan dirinya menjadi mesin politik yang tidak pernah dirugikan. Kelompok penyedia isu politik dan sponsornya, serta para jelata sebagai sasaran akan menjadi kelompok yang paling dirugikan. Dalam dunia pragmatis inipun terjadi juga bottle neck aspirasi, berbahaya sekali dan merupakan sekam konflik yang sangat potensial meledak setiap saat.

Jika pada saat kemaren banyak korban yang telah dirugikan, maka pada kontes memanah rembulan yang akan datang korban ini akan lebih mengerucut kepada pribadi-pribadi peserta kontes. Semoga saja mereka dikaruniai kesabaran dan ketabahan dalam menghadapinya. Toh selama ini para jelata selalu open mind kepada pembaharuan yang selalu dihembuskan meskipun tertatih namun super sabar dalam menghadapi hidup dalam kemandiriannya.

Bukan karena kebodohan tidak menagih janji-janji itu, namun karena memang pada awalnya sudah tidak percaya kepada janji-janji yang muluk-muluk itu, muak serta memang tidak ada hasrat yang jelas untuk menepatinya. Semuanya sudah terbaca dengan jelas, namun memang kuasa untuk mengubah segala kebijakan itu tidak ada, karena sudah dipagari dengan sangat kuat dan kokoh. Meski saat ini memang benteng itu sudah berubah warna, dan para jelata pun harus dengan riang dan gembira menyambut perubahan warna, meski aromanya tetap sama.

Komentar

  1. makanya dengan orientasi yang semacam itu tidak mengejutkan banyak yang kehilangan akal sehatnya pasca kekalahan di pemilihan calon anggota legislatip (jayalah negeri ini)

    BalasHapus
  2. hore.. pertamaxxx untuk pertamaxxx kalinya di blog ijo ini... *jingkrak jingkrak*

    BalasHapus
  3. yah.. semoga menjadi yang palig bagus diantara yang terjelek

    BalasHapus
  4. Aroma wangi apa nggak? kalo wangi nggak apa-apa lah.

    BalasHapus
  5. Akar rumput yang memberi sumbangsih terbesar memang lebih sering diinjak untuk kemudian tegak lagi oleh datangnya embun pagi yang mengandung air dan udara yang sudah tercemar sekalipun.

    Merekalah yang berjuang mati-matian, smoga siapapun yang terpilih bisa memperhatikan akar rumput. Minimal ada air (air got sekalipun), yang bisa menyiraminya, karena air gotpun akan mampu menegakkan akar rumput yang sudah tergilas.

    BalasHapus
  6. sudah sama aromanya, trus aromanya ngga harum.. bauuu bangkai... busuuukk...sulitnya di negeri ini, semua pada mengklaim bahwa dirinyalah yang benar.. Jika seberang menang, pasti kasak kusuk mencari celah buat menjatuhkannya, bukan saling mendukung... sulit deh.... :-)

    BalasHapus
  7. pemilu dari kata dasar pilu diberi sisipan em. dengan kata lain, lagu lama aransemen baru.
    tentu dikemasa dengan lebih indah.

    Namun isinya tetaaaapppp......, pilu...

    BalasHapus
  8. aroma sama warna beda, aroma beda2 pada akhirnya berwarna sama...begitu2 kira2 akhir tragedi memanah rembulan,

    BalasHapus
  9. pemilu mewah..tapi nilainya matrealistis sekali, mau diakui atau tidak tiap pemilu rakyat selalu dididik menjadi pragmatis, siapa penyumbang terbanyak dia akan terpilih..
    tapi mungkin negeri kita masih butuh waktu lama untuk membentuk suatu kultur politik yang sehat dan dinamis.
    saya masuk ke thesuryaden.com kok ngga bisa ya kang? gak muncul tampilannya, atau karena pake chrome ya..mbuhlah

    BalasHapus
  10. namanya juga politik kang, ya gitu deh............wkwkwkkwk

    BalasHapus
  11. Warnanya berbeda, namun saya berharap aromanya bisa berubah menjadi harum

    BalasHapus
  12. wah keren nih bahasannnya..hehe..:D beda bgt sm blog suryaden dot com nya..disini lebih tegas yah...hehe..:)

    BalasHapus
  13. sebagai golput kayaknya saya gak bisa kasi penilaian macam macam.habis udah keburu apatis sih.

    BalasHapus
  14. semoga pada pilpres mendatang semua berjalan lancar.....

    setidaknya angka golput bisa di tekan

    BalasHapus
  15. Yang terjadi sepertinya agak lain ..di luar kebiasaan mas... "Gajah bertarung... gajahnya sekarang pada stres..." wakakaka.

    Kita tunggu lagi pertarungan antar "Gajah Bangkak"

    BalasHapus
  16. mari tegakkan kebenaran dan keadilan.....

    BalasHapus
  17. Setuju dg xitalho,gajahnya sekarang pada banyak yg stres.Tidak cukup mental untuk menerima bahwa sebenarnya mereka belum layak jadi gajah.Jadi bleduk dulu kali yach..

    BalasHapus
  18. msh ngomongi ttg pemilu ya?
    bete ahh liatnya, masa ada caleg yg gak menang, dia ambil lagi tabungan2 warga yg dia udh isi 50rb, geblek!!

    BalasHapus
  19. masih berharap dan terus berdoa...semoga masih ada aroma yang harum semerbak ... karena ibarat hidup...pasti harus ada pilihan..dan semoga yang terpilih merupakan yang *terbaik diantara yang baik itu..*

    BalasHapus
  20. tampitan berbeda tapi isi tetap sama mas
    kaya model band sekarang aransemen lagu lawas

    BalasHapus
  21. Pengistilahan yang sempurna.
    Warnanya memang beda, tapi aromanya sama, aroma bangkai!.
    Politisi kita mayoritas tikus semua.
    Puluhan partai, tapi tujuannya sama, kekuasaan!!!

    BalasHapus
  22. aromanya masih segar, karena baru mulai bermekaran. semoga saja senantiasa mewangi dan kokoh untuk menjawab tantangan bangsa, dari rintangan si kumbang nakal.

    bunga mawar tak lagi harum, bunga matahari tak lagi berseri.

    BalasHapus
  23. Warna pasti berubah, rupa pun berganti topeng berikutnya, tapi bau mulut tak tertutupi dengan berjuta parfum seribu aroma....

    Aku seh tetep riang gembira, karena ku tak pernah menganggap "MEREKA" ada....

    Cuma bayang2 semata yang kan hilang saat lampu tak lagi menyala...

    BalasHapus
  24. *menaggapi postingan yang terlalu berat buat seumuran saya*
    politik, aku berguru dulu deh sama om iwan fals.
    heee

    semangat lah para elit politik, jangan banyak janji, buktikahlah !

    Yup !

    BalasHapus
  25. Akar rumput yang memberi sumbangsih terbesar memang lebih sering diinjak untuk kemudian tegak lagi oleh datangnya embun pagi yang mengandung air dan udara yang sudah tercemar sekalipun.

    Merekalah yang berjuang mati-matian, smoga siapapun yang terpilih bisa memperhatikan akar rumput. Minimal ada air (air got sekalipun), yang bisa menyiraminya, karena air gotpun akan mampu menegakkan akar rumput yang sudah tergilas.

    Aku suka komentar yang ini, jadi aku paste saja lagi...hehee...

    BalasHapus
  26. kalo menurutku, kita harus optimis. politik membutuhkan kedewasaan dlm berdemokrasi. dan kedewasaan itu butuh waktu, mas. tak akan bisa terjdi dlm waktu bbrp tahun sajah.

    BalasHapus
  27. demokrasi, tentunya para elit politik harus legowo menerima realita. karena kekalahannya mereka menghujat dan menuduh inilah itulah.
    sungguh para elit harus terus belajar memahami demokrasi.

    BalasHapus
  28. gajah bertarung sama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah ...

    BalasHapus
  29. caleg banyak yang gila, gara-gara gak jadi. padahal dah habis begitu banyak uang dan materi, sampai jual sana hutang sini.
    nyaleg gagal, uang dan barang habis, dikejar-kejar tukang ijon lintah darat kutu kupret pula. Gila..

    BalasHapus
  30. politikus tuh pinter mendramatisir.
    drama kesengsaraan rakyat pun dipolitisir.
    dan aku cuma bisa makan pisang sesisir.
    di pantai yang berpasir.

    BalasHapus
  31. wiiii, ora ngatos aku kang...wkwkwkwk

    lagi mules dan males mikirin geto...xixixixi

    oiya, kemaren ntuh lagi obrak abrik templit...wkwkwkwk, jadi lemot tuh server waktu mau save, mule ngeyel lagi klo save themes perdetik...xixixi

    BalasHapus
  32. Hmmm bagaimana kalo kita lebih optimis? ya biarpun emg mungkin prosesnya berantakan, tp asal tujuannya jadi, ya gpp lah bisa dimengerti dikit. tp masalahnya apakah tujuannya bener? :D entahlah.

    Tp boleh dong ya, optimis....

    BalasHapus
  33. Saya tertarik dengan komentar Mas Seno di atas.
    Komentar yang penuh makna untuk moment ini.

    BalasHapus
  34. yang paling sengsara ini ya kita..rakyat yang pasti mau ndak mau tetap menghirup aromanya..
    jika warna, masih mungkin bisa disembunyikan...

    BalasHapus
  35. akur...tapi saya berharap jangan ada pemboikotan dalam hasil pemilu ini semata-mata karena kita telah mengeluarkan uang negara yang begitu banyak jangan sampai mubazir....

    http://bungaliani.wordpress.com/2009/04/23/pemboikotan-pemilu-bukan-buat-kepentingan-rakyat/

    BalasHapus
  36. cuma mo pesen ama yang terpilih mimpin negara. perhatikanlah semua warga negaranya. gak cuma yang bisa nambah saldo bank aja. tapi yang masih tinggal di perempatan juga. seperti akar rumput kesiram air got kek kata kang seno

    BalasHapus
  37. sewangi2nya aroma politik tetap menyimpan bau...

    BalasHapus
  38. Yah.. demikianlah demokrasi (^^,) mari kita nikmati sahaja.. he he he.. capee dee..

    BalasHapus
  39. Apapun warnanya...kalau soal aroma aku masih megang aroma kopi dipagi hari.....lebih nikmat dari seruan kegilaan dan janji-janji mereka (ngelantur khan.....sama dengan mereka.....suka ngelantur juga.....kikikik....)

    BalasHapus
  40. aroma politik penuh dengan intrik,
    tikam dari belakang, lawan lengah ditendang, lalu sibuk mencari kambing hitam (music)

    BalasHapus
  41. Aroma itu memang tetap sama selama yang mendudukinya masih berjiwa kolonial Belanda..

    BalasHapus
  42. jelata tetaplah sebagai obyek... si gajahlah yang jadi subyek... untung bukan si gajah_pesing huahaha...

    BalasHapus
  43. "Janji2" sekarang dianggap kudu wajib dipunyai tiap parpol mas.. hiks

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

asyura

Tattoo

tes otak, apakah masih logis atau tidak :-)

Gunung Raung

Selaput dara dan gangguannya

Permintaan Maaf yang tak akan diterima

Kumpulan Artikel Tentang ASI

larut