mengintip jurus pemanah rembulan satu
Nuwun sewu dan maaf sebelumnya jika tulisan saat ini agak menggelikan eh... menggelinjang ...kleru maneh ash... menohok, bukan maksud hati demikian namun hanyalah sekedar urun rembug atau sharing informasi tentang salah satu isu strategis seorang raja yang ingin memanah wanita eh rembulan dalam arena dimana sopan santun, unggah-ungguh, inggah inggih, bahkan tidak ada namanya penghormatan kepada saingan selain dibibir saja, sebuah rimba tanpa ujung, sebuah persaingan dan pertaruhan yang melibatkan banyak sekali kepentingan. Atas nama DEMOKRASI dan kebangsaan.
Restorasi kebudayaan mungkin akan lebih sering terdengar sebagai salah satu jargon nantinyajika masih dinikahi eh dipake oleh salah satu ksatria yang akan meminang sang dewi. Budaya mungkin sesuatu yang sangat seksi saat ini disaat para kawula muda digiring masuk ke dalam ranah zaman serba digital, pergaulan bebas (lain dengan dahulu, maksudnya), pendidikan yang semakin berat serta persaingan baik karir, pekerjaan maupun usaha yang mau tidak mau menyudutkan pelaku kehidupan ini dituntut untuk mengerjakan segala sesuatunya dengan efektif, efisien, singkat dan menghasilkan laba yang banyak bagi perusahaan atau dirinya sendiri.
Tidak ada yang salah dengan hal diatas namun dengan tercurahkannya waktu untuk bekerja dan beraktifitas untuk kebutuhan hidup, tentulah banyak hal yang hilang, meskipun jika mau bersosial bisa dengan blogging, Friendster, Facebook, Twitter, plurk, chatting dan layanan jejaring sosial lainnya yang lumayan bisa diteruskan dengan kopi darat, namun sangat terbatas sekali tidak seperti ketika dunia masih santai belum sesibuk saat ini bahkan kadang bagi para penyuka touring, clubber, fisher dan lain-lain juga mungkin hanya bisa menikmatinya meskipun selalu tidak terpuaskan rasanya.
Masih heran dengan restorasi kebudayaan, seperti yang dahulu pernah menjadikan dilakukan Meiji di Jepang, dengan mengorbankan banyak samurai yang jago untuk kemudian menjadi ronin karena harus menyimpan samurainya, dan kemudian menjadi penguasa-penguasa daerah. Mungkin ini impian beliau, untuk memajukan bangsa, cukup bagus dan mempesona memang sekilas dengan implikasi yang seabrek, melihat begitu banyaknya pekerjaan rumah dan pegal-pegal sang dewi setelah gagal orgasme berkali-kali. Namun dimana para ronin negeri ini saat ini, para ronin itu juga malah saling jegal untuk mendapatkan kecupan-kecupan mesra dan berlomba-lomba untuk saling mengulum bagian-bagian sensitif sang dewi ....
Menimbang konsep isu diatas, bukankah negeri merdeka ini adalah sebuah spesies baru, satu bentuk yang memiliki karakter, pondasi dan visi yang sangat berlainan dengan tebaran dewi-dewi a.k.a kerajaan masa lalu, sebuah negeri yang diimajinasikan demokratis, memiliki nasion dari sabang sampai merauke, sistem sosial, pendidikan dan kewargaannegaran yang sangat berbeda dengan tinggalan budaya pada masa lalu, dan saat ini memang sedang mengalami silang sengkarut untuk menjadi tumbuh dewasa dan mematangkan karakternya sendiri.
Dialog yang harus dibangun secara positif dengan beradu konsep kadang harus menghadapi atau diakhiri dengan konflik kekerasan, bahkan kejadian seorang ketua dewan harus meregang nyawa karena aksi kekerasan yang berlandaskan isu kedaerahan dan kelokalan juga, banyak sekali memang dialektika yang muncul saat ini dan mau tidak mau harus dapat diselesaikan dengan kepala dingin, lapang dada dan jiwa satria menerima konsep yang berwawasan kebangsaan keindonesiaan.
Kebijakan dan jiwa kelokalan memang bisa dipahami dan diterima dengan nalar, namun jangan sampai hal tersebut menjadi sebuah mata pisau untuk sekedar unjuk diri mencari eksistensi kedaerahan atas nama projek atau kekakayaan daerahnya, sehingga melupakan rasa nasinalisme yang dengan susah payah dibangun oleh para pendahulu kita. Kepadatan penduduk dan pemiskinan warga haruslah diatasi dengan sebuah kemauan politik yang sarat dengan rasa kasih sayang, kejujuran, transparansi dan berpihak pada rakyat miskin.
Akankah sang ksatria dari kota tujuan wisata ke 2 setelah Bali ini, yang sejak kecil hidup dalam sangkar emas dapat memahami arti kemiskinan dan penderitaan, sanggup memberikan obat bagi luka-luka sang dewi, memahami dan memisahkan budaya demokrasi dari kungkungan aturan memori kolektif eksotisme kedaerahan dan erotisme kejayaan masa lalu, ataukah lupa perkataan sendiri "tahta untuk rakyat", dengan memanah rembulan yang akan disayembarakan melawan para ksatria karier dan profesional yang tak jemu-jemunya juga mengincar keelokan sang dewi. Bukankah lebih baik beliau memasuki ruang kebangsaan dan kebudayaan yang indah kemilau, daripada sebuah ruangan sempit namun tempat perselingkuhan para pengeruk kemolekan sang dewi dan pusat harapan rakyat bercengkerama....
Restorasi kebudayaan mungkin akan lebih sering terdengar sebagai salah satu jargon nantinya
Tidak ada yang salah dengan hal diatas namun dengan tercurahkannya waktu untuk bekerja dan beraktifitas untuk kebutuhan hidup, tentulah banyak hal yang hilang, meskipun jika mau bersosial bisa dengan blogging, Friendster, Facebook, Twitter, plurk, chatting dan layanan jejaring sosial lainnya yang lumayan bisa diteruskan dengan kopi darat, namun sangat terbatas sekali tidak seperti ketika dunia masih santai belum sesibuk saat ini bahkan kadang bagi para penyuka touring, clubber, fisher dan lain-lain juga mungkin hanya bisa menikmatinya meskipun selalu tidak terpuaskan rasanya.
Masih heran dengan restorasi kebudayaan, seperti yang dahulu pernah menjadikan dilakukan Meiji di Jepang, dengan mengorbankan banyak samurai yang jago untuk kemudian menjadi ronin karena harus menyimpan samurainya, dan kemudian menjadi penguasa-penguasa daerah. Mungkin ini impian beliau, untuk memajukan bangsa, cukup bagus dan mempesona memang sekilas dengan implikasi yang seabrek, melihat begitu banyaknya pekerjaan rumah dan pegal-pegal sang dewi setelah gagal orgasme berkali-kali. Namun dimana para ronin negeri ini saat ini, para ronin itu juga malah saling jegal untuk mendapatkan kecupan-kecupan mesra dan berlomba-lomba untuk saling mengulum bagian-bagian sensitif sang dewi ....
Menimbang konsep isu diatas, bukankah negeri merdeka ini adalah sebuah spesies baru, satu bentuk yang memiliki karakter, pondasi dan visi yang sangat berlainan dengan tebaran dewi-dewi a.k.a kerajaan masa lalu, sebuah negeri yang diimajinasikan demokratis, memiliki nasion dari sabang sampai merauke, sistem sosial, pendidikan dan kewargaannegaran yang sangat berbeda dengan tinggalan budaya pada masa lalu, dan saat ini memang sedang mengalami silang sengkarut untuk menjadi tumbuh dewasa dan mematangkan karakternya sendiri.
Dialog yang harus dibangun secara positif dengan beradu konsep kadang harus menghadapi atau diakhiri dengan konflik kekerasan, bahkan kejadian seorang ketua dewan harus meregang nyawa karena aksi kekerasan yang berlandaskan isu kedaerahan dan kelokalan juga, banyak sekali memang dialektika yang muncul saat ini dan mau tidak mau harus dapat diselesaikan dengan kepala dingin, lapang dada dan jiwa satria menerima konsep yang berwawasan kebangsaan keindonesiaan.
Kebijakan dan jiwa kelokalan memang bisa dipahami dan diterima dengan nalar, namun jangan sampai hal tersebut menjadi sebuah mata pisau untuk sekedar unjuk diri mencari eksistensi kedaerahan atas nama projek atau kekakayaan daerahnya, sehingga melupakan rasa nasinalisme yang dengan susah payah dibangun oleh para pendahulu kita. Kepadatan penduduk dan pemiskinan warga haruslah diatasi dengan sebuah kemauan politik yang sarat dengan rasa kasih sayang, kejujuran, transparansi dan berpihak pada rakyat miskin.
Akankah sang ksatria dari kota tujuan wisata ke 2 setelah Bali ini, yang sejak kecil hidup dalam sangkar emas dapat memahami arti kemiskinan dan penderitaan, sanggup memberikan obat bagi luka-luka sang dewi, memahami dan memisahkan budaya demokrasi dari kungkungan aturan memori kolektif eksotisme kedaerahan dan erotisme kejayaan masa lalu, ataukah lupa perkataan sendiri "tahta untuk rakyat", dengan memanah rembulan yang akan disayembarakan melawan para ksatria karier dan profesional yang tak jemu-jemunya juga mengincar keelokan sang dewi. Bukankah lebih baik beliau memasuki ruang kebangsaan dan kebudayaan yang indah kemilau, daripada sebuah ruangan sempit namun tempat perselingkuhan para pengeruk kemolekan sang dewi dan pusat harapan rakyat bercengkerama....
om tulisannya kok bisa keren gitu sih??
BalasHapusden...aku dah baca mpe keringetan tapi ga mudeng kang di maksud gimana?
BalasHapusberat banget mau di cerna nih postingan..., wah piye ki?
didoakan saja kalo ga bisa ngingetin. syahdan, sugesti positif juga berpengaruh positif.
BalasHapusoh, terus juga jangan lupa sering2 di sms.
@ ipanks : walah... tulisanmu luwih apik...
BalasHapus@ nirmana: alot banget ya..., gpp mas... kakaka...
@ The Bitch : oke... deh
Kopinya masih panas nih. Sruput...Sruput...Sruput... Ssshhhh....wussshhhh...
BalasHapusKata para penganjur demokrasi: konflik kekerasan hingga ada yang harus meregang nyawa itu bagian dari proses demokrasi sejati. Prosesnya memang panjang dan juga memang tidak dalam sekejap.
Lho, kalo masih harus berdarah-darah, kenapa harus repot2 berdemokrasi? Minta maaf sono ama mendiang Eyang Soeharto. Minta maaf sono ama Bung Karno. Jangan lupa Aidit dan temen-temennya juga.
Kalo begini caranya, bukan cuma darah yang berceceran sia-sia, tapi juga trilyunan rupiah terbuang percuma untuk sesuatu yang semakin ga jelas arah dan tujuannya.
Kopinya masih panas juga. Nyruput lagi ah.
Yaaaa..
BalasHapusGimana ya?
Biasanya dibalik aksi2 seperti itu ada oknum oknum tertentu yg mendalanginya lo..
sumpah...aku baca sampai bbrp kali. gak ngerti juga. cuma bisa menebak2 nih:
BalasHapusksatria dr kota wisata no-2 itu maksudnya sultan HB jogja? kalo memang itu maksudnya, kupikir dia pantas meramaikan bursa capres bersama SBY (moga calon2 kuat lainnya muncul....mega bagiku ndak masuk itungan)
aku kok yakin pria ini adl seorang demokrat yg punya pemikiran maju. paling tidak ia menolak poligami/selir meski gak punya keturunan laki2...hahahah. modal penting seorang pemimpin adl keberpihakan pd rakyat, dan ia tampaknya punya kualitas tsb
aku kurang ngikutin perkembangan soal ini. tapi apa kendaraan politik yg akan dipakainya utk maju sbg capres?
menurutku justru orang2 seperti ini harus maju ke panggung politik dan jangan berada di balik layar, bermain di ranah kebangsaan dan kebudayaan aja
kalo orang2 berpotensi, bernurani, berdedikasi utk kemajuan bangsa negara nggak masuk arena politis, nanti ujung2nya dunia perpolitikan bakalan dipenuhi orang2 aji mumpung alias ksatria karbitan...bisa2 hancurlah negara ini
politik itu baik kalo dipenuhi orang2 baik. dan ia akan menjadi busuk kalo dipenuhi orang2 busuk. ia akan menjadi rumah bordil kalo banyak pelacur di dalamnya. namun ia akan sesuci rumah ibadah jika orang2 arif bijaksana berkumpul di dalamnya
maka aku mendukung pencalonan sultan sbg capres!
Tumut Nyrupuuuuttt kopi angetnya.....
BalasHapusApakah pilar demokrasi yang empat harus ditambah satu sehingga jadi lima; yang kelima; wajib ada korban berjatuhan? Ah...., mahal amat harga sebuah kedaulatan rakyat yang sudah dipancung dengan guillotin-nya Raja Louis....;
wahh..memang bahasa yang dipake tingkat tinggi..hiks..sampe bolak balik, balik bolak kubaca...hallahhhh..hebat bener euy..
BalasHapuskok bisa yah bikin kaya gini?? apa resepnya bang he..he..
Mungkin beliau sang kesatria ingin ikut meramaikan tempat perselingkuhan para pengeruk kemolekan sang dewi atau hanya ingin menunjukkan kehebatannya...Btw semoga demokrasi dan politik di Indonesia semakin membaik...
wahhh ada dewan pengawas baru disini yah..
BalasHapusnyepam terus ahhhh..biar masuk yang 10 besar...he..he..
sedih, marah, jengkel, menangis melihat berita meninggalnya Bp. abdul azis ketua dprd sumut. begitulah, akibat ranumnya sang dewi, banyak kesatria yang ingin mencicipinya walau dengan tangan kotor. herannya, kemana para intel melayu itu? jangan-jangan ikut memanah rembulan juga...
BalasHapuscukup sudah omong kosong itu!
Hmmm...sangat mendalam
BalasHapusBegitulah Demokrasi di bumi pertiwi ini mungkin juga diseluruh belantara dunia, kalau para aktor politik sudah mulai naik panggung maka segala cara maupun adegan dimainkan, basa basi hanya kepalsuan,janji-janji hanya omongan doank,relasi jadi musuh bebuyutan dan sejenisnya... yang ada dalam pikiran kotor dan sasaran utama para aktor adalah tujuan mencapai kemenangan, tujuan mencapai kesuksesan, tujuan mencapai puncak kejayaann.
rembulan saja bisa di panah apa lagi kita
BalasHapusHmmm...dari zaman kezaman manusia tidak pernah mencapai kepuasan,dari jamannya maharaja fir,aun ingin menjadi Tuhan sampai dengan jamannya sulthan ingin menjadi sulthan di atas sulthan
BalasHapusHmmm...
Saya kurang yakin dengan sang kstaria dalam sangkar emas dengan busur peraknya sanggup melesatkan anak panah perunggunya tepat kesasaran tubuh ibu dewi pertiwi karena kurangnya jam terbang perebutan kekuasaan secara transparan di rimba belantara intrik yang dipenuhi oleh para ninja diplomatik dan jendral berbintang
BalasHapushhmm...*manggut-manggut*
BalasHapusdiusahakan dicerna deh hehe...
mbuh ah...ra mudeng
BalasHapusada jurus bangau memetik bintang gak?
BalasHapusBegitulah politik. Banyak yang bilang politik itu kejam. Peperangan baik dalam arti perang fisik maupun perang non fisik pasti akan terjadi dan "harus terjadi?".
BalasHapusMungkin itu juga salah satu hal yang menyebabkan maraknya golput. Kemarakan golput ini di khawatirkan oleh sebagian politikus dengan alasan akan mematikan demokrasi sehingga harus ada yang membuat fatwa haram. Namun pembuatan fatwa yang menghabiskan dana ini apakah akan berpengaruh? Saya sih pesimis.
Saya sendiri ngeri kalo misalnya pemilu 2009 harus diulang 2 kali atau bahkan lebih. Yang jelas bukan hanya uang yang akan terkuras tapi juga kenyamanan.
Pasti akan laku keras para penjual tenaga demo. Apakah demo seperti ini juga bagian dari demokrasi? Wah, embuh ora mudeng. Mau demo bayaran atau gratisan kalo hanya merusak fasilitas yang sudah ada ya buat apa?
kalo mau kita lihat salah satu permainan game online yaitu age of empires, mungkin seperti itulah dalam membangun tatanan bangsa tanpa meninggalkan sebuah tatanan yang memberikan sokongan dalam kemajuan bangsa....
BalasHapusdinegara ini terlalu banyak dendam didalamnya
kalo baca postingannya mas suryaden inih musti pagi hari dlm kondisi fit, bahasanya tingkat tinggi, utek saya gak nyampe mas hehehe itu aja bcanya baru stengah perjalanan dah ngos-ngosan maaf ini dari lubuk hati yg paling dalam hehehe mungkin saya terlalu bodoh:p
BalasHapusyg pasti.. MERDEKA, saya cinta Indonesia yg berbhineka tunggal ika:D
btw mas gak takut bintitan po melakukan pekerjaan mengintip gitu hehehe
BalasHapuspiss..jangan pipis dcelana yah:p
saya setuju dengan "Namaku Wendy" yang pertama urutan 21, tulisan mas mantab-mantab... :thumbsup:
BalasHapusBanyak yang bilang politik itu ujungnya pembusukan.,.. tapi bukanlah politik yang busuk, melainkan orang-orang yang berpolitiklah yang membuat politik itu busuk... suk-suk-suk...
balasan dari comment Mas : hehehe, iya ni mas akhir2 ini banyak masalah ttng diriku dan blogku... hiks****. udah salah klik, terus backgroundnya berubah dengan sendirinya... waaah pokoknya apeeeees...
Setiap zaman memiliki tantangan berbeda. Seperti Jepang ketika merestorasi dirinya. Semangat samurai dialihkan ke industri. Tapi efek buruknya mereka menjadi bangsa Chauvinist sejati...
BalasHapusMampukah Sultan meminang Dewi???
Abu meragukan...
Karena dalam setiap mitologi, percintaan antara Dewi dan Kesatria selalu berakhir tragis.
Seperti dalam Mitologi Yunani, Nordik, India dsb...
Wah bahasanya pakai simbolis, mesti mereka reka nih
BalasHapusdiksinya mak !!! dahsyaat ....
BalasHapusWeewwww... dengan bahasa di tingkatan tertentu nih....,
BalasHapusMenghadapi era modern seperti ini kelihatannya Demokrasi dijadikan ajang percobaan, agar sesuai dengan keinginan para pemainnya. Sampai-sampai mengorbankan ("rakyat") yang seharusnya di "openi".
*Mas Surya ini cumak nebak lho ya...
@ Ullyanov : wah... sama-sama minum kopi aja lah... daripada besok uangnya untuk yang gak jelas...
BalasHapus@ Rampadan : celaka memang, dalang itu semoga sadar...
@ nita : tepaaat, tapi masih wang sinawang juga yah...
@ munawar am : sudah jatuh ketimpa guoletin, waaaah...
@ Atca : kekuasaan memang nikmat bukan maen dah...
@ sibaho : iya mas, memang dibiarkan kayaknya.., aku kok gak bisa komen di rumahmu bang...
@ Baka Kelana : dia terlalu sayang untuk dijegal, tapi mau gimana lagi, sudah masuk ke lapangan itu...
@ kenil: woa lah iya ya... ngeri juga...
@ Linda Belle : makasih ya... pelan aja...
@ Cebong Ipiet: ini untuk masukan buat dia bong...
@ FATAMORGANA : wekekeke...
@ 007 : saya setuju mas seno, buat apa kalo ngrusak fasilitas umum...
@ omiyan : dan dendam itu sudah mengkristal dengan kemilau indahnya...
@ namaku wendy : waduh ngompol aku mbak...
@ TOHIRCICOMRE : orang dan caranya berpikir itu loh ya...
@ tengkuputeh : itulah kegerian saya bang...
@ Erik : maju terus mas Erik...
@ mantan kyai : nulise juga bingung pake beberapa hari juga... walah...
@ Digital Baca: kita ini memang sudah nggak dianggap manusia mas....
wakzzz...nama saya diseret abisss...hikzzz :( wah sangkar emas...hihihi...seandainya saja kang...wkwkwkwk
BalasHapuskemilau dan indah tidak berarti cemerlang...hehehe, jika ada yg menunjukkan kemilaunya mungkin saja supaya 'kelihatan' seperti itu...klo sampai sefanatik itu dengan daerah..weitsss...indak lah yauuu...meskipun saya melihat ada sebagian yang sepertinya gila hormat...hehehe...
saya wong kere cilik begini kang, klo gaul mah ama siapa aja...hihihi, saling tuker inpo doang ;) yah sekarang udah lumayan buanyak bisa akrab ama blogger lainnya, perasaan malah saya lbh byk kenal ama blogger luar daerah daripada daerah sendiri...wkwkwkwkw
ngacirrrr akhhhh, nti saya buales pokoke dipostingan saya...hihihi
saya lebih milih ruang sempit dan menyendiri sambil ketemu dengan orang yang sudah mampir :D
utk rasa kedaerahan, saya malah ndablek...klo kenal sama blogger yg mampir ya saya mampir balik, klo ada nyang komenk saya komenin balik...hihi
Duh aq takut salah tafsir..
BalasHapusTp aq coba mengomentari..Bahwa setuju sekali lebih baik "beliau memasuki ruang kebangsaan dan kebudayaan yang indah kemilau, daripada sebuah ruangan sempit namun tempat perselingkuhan para pengeruk kemolekan sang dewi dan pusat harapan rakyat bercengkerama...."
Karena pondasi yang sudah terbuat secara struktural oleh 'pendahulu' masih belum mampu untuk digoyahkan. Sehingga pilihannya ketika masuk ke 'ruang sempit' itu adalah TERBAWA ARUS.
waduh ah gimana nich..
BalasHapusberat banget nich postingan. perlu pencernaan yang baik nich kayaknya..wkwkwkkwkk
Ihhh.. panjang amat ya.. dgn caramu yg bagus.. salut gue
BalasHapusMembaca tulisan sampean yg sama sekali gak bisa dibuat nyante itu...membuatku terus mengenyitkan dahi. Sampean ini berbakat jadi politikus...Btw..nice banget...aku sudah 'orgasme' berkali-kali membaca tulisan mu...
BalasHapus@pak dhe suryaden:masukin apanya pak dhe? siapa yg di masukan? *bingung* hyeheyeheyehye kudu sabar pokoke nek koncoan karo lelakon pewayangan boso kayangan....
BalasHapusngko bengi tak komeng maneh ya..be'e diriku wes mudheng...yihaaaaa saatnya pulaaaang uhuy
hebat yah mas..kan indonesia dapet medali perdana di olimpiade dari olahraga panahan...kek..kek
BalasHapushebat yah mas..kan indonesia dapet medali perdana di olimpiade dari olahraga panahan...kek..kek
BalasHapussaya hanya menangkat satu kata "tahta untuk rakyat" dan saya teringat pada (alm) Gusti Sinuwun HB IX
BalasHapuskasus klise mas, hampir di semua negara-negara berkembang fenomenanya demikian, hanya, para calon-calon yang ingin mengatakan dirinya wakil rakyat itu ingin berkiblat kemana ya sesungguhnya? rasanya mereka sendiri juga kebingungan, apalagi kita yang sebagai punggawa pun bukan .. :)
BalasHapusMenyinggung Reformasi Meiji saya jadi inget filem The Last Samurai-nya Tom Cruise ya kalo ngga salah..:)
Tapi dari reformasi itulah justru Jepang menjadi seperti sekarang, dengan yang dikenal dengan flying geese formation, yang paling tidak menggusung bangsa-bangsa Asia agar bisa diperhitungkan di dunia internasional.
Gaya nulisnya bagus kang..saya ngga tahan untuk tidak memuji..apalagi kalo membuat surat cinta ya..mungkin bisa-bisa lebih dasyat..
Lha iyo kang...
BalasHapusmari kita nyeruput kopi darat wakakakkaa
BalasHapusHoyo... politik lagi...
Beraaat..
Iya ya, demokrasi kita sedang kena struk apa ya he..he.. semoga bisa di selamatkan.
BalasHapusyang beginian nih yang bikin pusing....
BalasHapushahhahaha........
ruang kebangsaan dan kebudayaan yang indah kemilau,
BalasHapusaku suka....!
wah wah wah kang...mantab buanget nih ck ck ck ck aku sampai terkagum nih kang.....
BalasHapusaku seakan akan baca novel nie.. mantap banget bahasanya
BalasHapusmas, gimana? yang menggelinjang nya kok dicoret?hehe
BalasHapuswah, baca postingan ini rasanya jadi bodoh banget sebab perlu beberapa kali baru bisa mengira-ngira pesannya...
BalasHapusMeski sangat mengagumi sultanku, tp entah kenapa masih kurang sreg aja kalau beliau menjadi presiden
*komentar org Jogja murtad* hehe...
mhmhmh...demokrasi tho...
BalasHapusmmhhh.. bedanya dengan rebutan bulan..apa sami rawon?
ksatria piningit tho? bedane dengan cah ilang gek kepriye?
mhhh... saya masih mblereng je maos sing ten nginggil niku
Meiji Restoration ... kali
BalasHapuskota tujuan wisata kedua setelah bali, apaan sih ? jogja ya ? masak sih ? emang ada apa disana ?
BalasHapuslol ngacir ah sebelum dipanah.
Kalau unggah ungguhe koyok aku piye yo kang, wong ndeso ga duwe unggah ungguh blasss...
BalasHapusGambare asyik kang.
hmm yg mo manah sang dewi tolong jgn membuatnya terluka ya..yg cm mo memandang sang dewi, pandanglah segala lekuknya..yg brani membelai sang dewi..hati hati terhanyut kemolekan nisbynya..bt yg punya sayembara jgn lupa posting ini ga bleh luput..coz ajiiiiib bgt..keren mas..
BalasHapus@ gdenarayana: bagus juga, nasionalisme yang murni indonesia...
BalasHapus@ bani risset : sayang memang...
@ dwinacute : harus maem teratur yah...
@ Mr Bien : walah, salam kenal mas...
@ Jokky Whylantoro : wekekeke. semoga puas...
@ Cebong Ipiet : wuahahaha...
@ Nyante Aza Lae : kakakka...
@ bunda : ya bunda, follow upnya yang penting...
@ mama hilda : lah, nggak ada yang dikirimin...
@ grubik : sama-sama mas...
@ fuda : kalo aku lebih berat nonton pilem fuda...
@ seno: sepertinya susah bener, udah kronis..., sampe harus ada korban berapa juga?
@ Sang Penyamun : wauakakaka...
@ Blog Cantik : sekemilau cinta padah tanah air bukan...
@ harry seenthing : halah, sante aja bang...
@ kapanpun : hus ... banyak ahli novel loh...
@ advintro : biar nggak ketahuan... kaakkaka...
@ astrid savitri : orang waras, bukan murtad... kekeke...
@ masicang : walah mas, gak ada bedanya dengan yang laen loh....
@ Ersis Warmansyah Abbas : katanya sich mas...
@ mercuryfalling : wakakaaka...
@ Soulmate : sing penting kathoke mlotrok seperlunya wae.. wuahhaha...
@ MATA HATI : saran yang memuaskan... kakaka...
semoga saja dia tidak hendak memanah sang dewi. biarlah sang dewi berusaha mencapai orgasme tanpa dia. saat sang dewi berada diatas, justru tidak bisa memberikan rasa orgasme pada orang yang dibawahnya. semoga sang dewi gagal orgasme untuk ketiga kalinya. terlalu riskan memberikan kesempatan sang dewi untuk orgasme. semoga...
BalasHapusrangkaian kata yang indah. apik tenan. maca ping loro durung mudeng. bacaan yang berat buat orang katrok macam saya.
BalasHapusMemang berat juga ni tulisan mas Suryaden ini, saya harus smp berkali2 bacanya biar ngerti nih..tp menarik juga..
BalasHapusweewwww...
BalasHapusmas...aq rung sarapan...dadi mocone rodo lemot, hehe....
BalasHapusmungkin karena kita masih dalam tahap belajar mas untuk berdemokrasi.
dewi kie sopo mas??? aq?? sandra dewi ???xixixi
waduh...tulisannya kok antik bgt jadi cocok ama judulnya :D
BalasHapussalam kenal mas
Salam kenal mas Suryaden. Aku tahu blogmu dari komenmu di mbak Aling.
BalasHapusAku sedikit-sedikit mulai berpikir, jangan-jangan Indonesia memang nggak cocok jadi demokrasi. Soalnya rakyatnya banyak yang suka mendengarkan (sambil ngobrol sendiri) tanpa mau memberi masukan. Yang mau ngomongpun hanya sedikit itupun dari pada tidak ngomong karena otaknya kosong.
Yang otaknya berisi cuma "prengat-prengut dari tepi". Bingung aku.
Ngomong-ngomong kok kita mambahas sosok yang sama dalam postingan ya, cuma punyaku "bianglala diatas Yogyakarta" tidak setajam dan sebagus punya mas Suryaden. Kalau ada waktu mampir ya, tak suguhi gudeg yang dimasak oleh dewi-dewi negeri (walah...ketularan) :-)
Apa kita juga perlu melakukan restorasi seperti di Jepang itu di sini ya kang?
BalasHapushmmm postingannya banyak makna tersirat.. ini lagi bicara tentang perpolitikan yak di Indonesia
BalasHapus@ kyai slamet : boleh juga kyaine...
BalasHapus@ rantong : bangsa itu menentukan nasibnya sendiri kan...
@ endar : walah mas Endar ki, mbok ojo ngono kiye... kakakka...
@ Yusa : walah... makasih mas..
@ Senoaji : crooots....
@ else : waaa....
@ infopemula : seantik... antiknya deh...
@ mas8nur : mampir pasti saya, lam kenal juga...
@ deden : lebih penting restorasi kekayaan kita yang lari itu mas...
@ subagya : walah... mas mochal...
mas, bener gak sih dugaan saya.
BalasHapuskalau sang dewi itu ibundanya dik p**n
dan sang pemanah adalah s****n
:D
@ kyai slamet : hampir, sang dewi adalah negara indonesia, dan sang pemanah adalah calon penguasa, sampeyan bener sang pemanahnya... kekekke...
BalasHapustapi kalau diartikan kayak prediksi saya juga masuk lho mas... coba deh!
BalasHapussi ibu kan gagal orgasme dua kali. eh akhirnya orgasme menggantikan kursi pak tua. saat dia diatas, yang dibawah (rakyat) gak berhasil diorgasmekan sama si ibu yang diatas.
*ngeyel*
@ kyai slamet : iya, memang bisa juga, (jadi mikir), karena gendernya sama kali, dan beliauwati ini sekarang ngomongnya udah lancar dan tanpa beban, salut saya... dan pandanganmu juga masuk juga jadinya... wahahhaa, tengkyu kyaine...
BalasHapusuntuk urusan demokrasi Sang Dewi memang harus [perlu] banyak berbenah, karena demokrasi sang dewi adalah demokrasi yg paling rumit sejagad raya. Semoga Sang Pemanah hasil pemilu nanti bisa membenahinya.
BalasHapuswkwkwk ngomong2 tentang meiji-jepang sy jadi ingeut kenjin sibatosai... mengundur kan diri dari samurai.. dan menjadi pendekar jalanan.. wxixiix jadi rindu pingin nonton lagi samurai x .. neh :)
BalasHapuswuh..manteb poooll....
BalasHapuswah postingannya keren....tapi panjang juga bacanya....
BalasHapusitu kok ada dewan kehormatan nangkring disitu apa maksud na ya kang..hehehe
BalasHapussaya belum bosen baca postingananya nih, cuman udah ngga ada ide untuk komentar jadi say hello aja..
asal ngga jadi say you say me-nya lionel richie
bagus .....bagus......
BalasHapussalut deh....postinganya.
salam kenal, kunjungan perdana.
kalau berkenan boleh tukeran link mas?
@ katakataku : semoga mas, amin
BalasHapus@ jaloee : iya tuh filmnya buagus...hahaha...
@ tiyo : halah ngecee...
@ david : wakaka.. sulit mendekinnya...
@ mama hilda : top komen ma... mamaaa...
@ Sepur Kluthux : waduh link saya kemana ya...
Wah postingannya hebat banget pak..
BalasHapusGa bisa komen apa-apa, kecuali pingin bisa nulis yang kayak ginian pak.. :)
Restorasi itu bukan gerbong makan kereta api yaaa??? Wkwkwkwkwkwk.....
BalasHapusSuatu ketika saya sempat bertemu dengan salah satu punggawa sang narapati, lalu saya sampaikan sebuah pertanyaan.., "Mana yang lebih terhormat.., seorang raja.., atau seorang Presiden???"
Sang punggawa hanya tersenyum dan pamit pulang...
keren mas tulisannya
BalasHapussuer tekewer kewer... aku ora ngerti opo iki... wis bolak balik leh moco ora mudeng2 hehe... dodol tenan diriku :D
BalasHapussik toh... iki tulisane jian marakke orgasme tenan..., ben lambat pingin komentar wae pokokke..
BalasHapussemoga sang pemanah nyadar, rembulan itu terlalu jauh untuk dipanah... galang energi, dopping kalo perlu.