Dieng Culture Festival
Dieng Culture Festival ke 4 tahun 2013 akan dilaksanakan pada 29 - 30 Juni 2013. Masa-masa saat ini adalah saat bagus untuk pergi ke Dieng dengan kecerahan matahari dan sembulan-sembulan awan yang akan menghiasi komplek candi Arjuna.
Pelaksana kegiatan ruwatan massal anak bajang yang dikenal dengan anak Gimbal, dalam Dieng Culture Festival, masih dikelola komunitas setempat dan pemerintah daerah Banjarnegara. Pelaksana inti diketuai oleh Alief Faozi, dari Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa.
Selain ruwatan anak bajang atau anak gimbal dengan selamatan dan mencukur rambut gimbalnya, pada malam pertama Dieng Culture Festival 2013 akan disuguhkan pergelaran wayang kulit. Wayang kulit di malam hari akan menambah suasana magis dan sakral ketika suara gamelan menembus pucuk-pucuk pohon dan relung-relung bukit yang berhawa dingin sejuk.
Malam kedua, ada acara tambahan sebagai pelengkap dan mungkin akn dikembangkan sebagai ciri khas Dieng Culture Festival yaitu Festival Film Dieng dan Pergelaran Jazz di Atas Awan. Kembali relung-relung gunung di dataran tinggi Dieng yang berada lebih dari 2000 meter dari atas permukaan air laut, akan ada penambahan kesejukan jiwa bagi jiwa-jiwa yang mencari harmoni dengan lantunan musik Jazz yang berketukan rapi dan khas.
Gelaran Jazz di Atas Awan akan dilakukan di lingkungan sekitar Komplek Candi Arjuna, sehingga pengunjung dapat menikmati pemandangan Candi Arjuna pada malam hingga keesokan harinya. Ditambah dengan lokasi camping ground yang akan disediakan sebagai uji coba wisata backpacker namun tetap religius dan tidak meninggalkan kesakralan Dieng yang penuh misteri.
Entah dahulu Kyai Kolo Dhete mungkin adalah orang yang sangat bijaksana, berpandangan jauh sehingga mungkin bisa mengetahui bahwa besok-besoknya akan ada Dieng Culture Festival. Terlihat dari persyaratan anak gimbal yang akan dicukur rambutnya agar tidak tumbuh menjadi gimbal lagi yaitu dengan harus dipenuhinya keinginan atau permintaan sang anak gimbal. Apabila permintaan sebagai syarat untuk pencukuran rambut tidak dipenuhi atau kurang, maka anak bajang tersebut akan kesakitan dan rambut masih akan tumbuh dengan gimbal.
Rahasia alam tentu akan terungkap meskipun hingga saat ruwatan anak bajang Dieng menjadi event modern dan besar namun tidak membuang kesakralan. Dieng Culture Festival tetap akan menyisakan pertanyaan mengapa harus ada anak bajang, atau anak yang tumbuh dengan rambut gimbal, plus tata cara ruwat untuk lepas dari sukerta dengan ruwatan yang sangat serius dan sakral. Serta pertanyaan-pertanyaan lain apakah benar-benar ada Dewa, karena diyakini Dieng berasal dari kata 'Di Hyang' yaitu tempat bersemayamnya dewa-dewa dan dewi-dewi. Entitas manusia dengan spesifikasi yang berbeda, dan tidak masuk akal untuk konteks saat ini.
Dieng Culture Festival dan keberadaan anak berambut Gimbal menggambarkan eksistensi Kejawen bukan hanya sebagai paham, namun kenyataan yang masih ada dan sepertinya kekal tak lekang di hasut perubahan zaman. Di tempat terpencil, di angkasa di antara awan-awan yang bergerak leluasa bersentuhan dengan tanah, manusia memang harus selalu duduk dan saling memahami dengan alam, baik yang terlihat maupun yang kasat mata.
Namun jika mau berakrab-akrab dengan alam di Dieng Culture Festital, ada baiknya tetap membawa jaket tebal untuk jaga-jaga karena Dieng bisa memiliki suhu dibawah nol derajat. Meskipun di acara festival budaya Dieng tetap akan diadakan api unggun agar tidak mengalami semacam 'kedinginan'. Namun jangan takut karena dinginya Dieng akan mengundang 'rindu'. Apalagi jika lihat tweet seperti ini:
Komplek Candi Arjuna, Lokasi Dieng Culture Festival |
Pelaksana kegiatan ruwatan massal anak bajang yang dikenal dengan anak Gimbal, dalam Dieng Culture Festival, masih dikelola komunitas setempat dan pemerintah daerah Banjarnegara. Pelaksana inti diketuai oleh Alief Faozi, dari Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa.
Selain ruwatan anak bajang atau anak gimbal dengan selamatan dan mencukur rambut gimbalnya, pada malam pertama Dieng Culture Festival 2013 akan disuguhkan pergelaran wayang kulit. Wayang kulit di malam hari akan menambah suasana magis dan sakral ketika suara gamelan menembus pucuk-pucuk pohon dan relung-relung bukit yang berhawa dingin sejuk.
Malam kedua, ada acara tambahan sebagai pelengkap dan mungkin akn dikembangkan sebagai ciri khas Dieng Culture Festival yaitu Festival Film Dieng dan Pergelaran Jazz di Atas Awan. Kembali relung-relung gunung di dataran tinggi Dieng yang berada lebih dari 2000 meter dari atas permukaan air laut, akan ada penambahan kesejukan jiwa bagi jiwa-jiwa yang mencari harmoni dengan lantunan musik Jazz yang berketukan rapi dan khas.
Gelaran Jazz di Atas Awan akan dilakukan di lingkungan sekitar Komplek Candi Arjuna, sehingga pengunjung dapat menikmati pemandangan Candi Arjuna pada malam hingga keesokan harinya. Ditambah dengan lokasi camping ground yang akan disediakan sebagai uji coba wisata backpacker namun tetap religius dan tidak meninggalkan kesakralan Dieng yang penuh misteri.
Entah dahulu Kyai Kolo Dhete mungkin adalah orang yang sangat bijaksana, berpandangan jauh sehingga mungkin bisa mengetahui bahwa besok-besoknya akan ada Dieng Culture Festival. Terlihat dari persyaratan anak gimbal yang akan dicukur rambutnya agar tidak tumbuh menjadi gimbal lagi yaitu dengan harus dipenuhinya keinginan atau permintaan sang anak gimbal. Apabila permintaan sebagai syarat untuk pencukuran rambut tidak dipenuhi atau kurang, maka anak bajang tersebut akan kesakitan dan rambut masih akan tumbuh dengan gimbal.
Rahasia alam tentu akan terungkap meskipun hingga saat ruwatan anak bajang Dieng menjadi event modern dan besar namun tidak membuang kesakralan. Dieng Culture Festival tetap akan menyisakan pertanyaan mengapa harus ada anak bajang, atau anak yang tumbuh dengan rambut gimbal, plus tata cara ruwat untuk lepas dari sukerta dengan ruwatan yang sangat serius dan sakral. Serta pertanyaan-pertanyaan lain apakah benar-benar ada Dewa, karena diyakini Dieng berasal dari kata 'Di Hyang' yaitu tempat bersemayamnya dewa-dewa dan dewi-dewi. Entitas manusia dengan spesifikasi yang berbeda, dan tidak masuk akal untuk konteks saat ini.
Dieng Culture Festival dan keberadaan anak berambut Gimbal menggambarkan eksistensi Kejawen bukan hanya sebagai paham, namun kenyataan yang masih ada dan sepertinya kekal tak lekang di hasut perubahan zaman. Di tempat terpencil, di angkasa di antara awan-awan yang bergerak leluasa bersentuhan dengan tanah, manusia memang harus selalu duduk dan saling memahami dengan alam, baik yang terlihat maupun yang kasat mata.
Namun jika mau berakrab-akrab dengan alam di Dieng Culture Festital, ada baiknya tetap membawa jaket tebal untuk jaga-jaga karena Dieng bisa memiliki suhu dibawah nol derajat. Meskipun di acara festival budaya Dieng tetap akan diadakan api unggun agar tidak mengalami semacam 'kedinginan'. Namun jangan takut karena dinginya Dieng akan mengundang 'rindu'. Apalagi jika lihat tweet seperti ini:
Golden Sunrise Sikunir.. here we go!! twitter.com/adiimilano/sta…
— Adii Pratama (@adiimilano) 25 Maret 2013
Thanks For Sharing this very informative article, this is very helpful . i suggest you to also check for Dark Souls 4 .
BalasHapus