tanpa nisan
kala itu memang terlalu banyak yang berlalu lalang menutupi satu sama lain, bukan hal mudah saat itu meski apa waktu yang ada bisa dimanfaatkan untuk bisa bersua namun apa lacur waktu yang bisa terkoneksi satu sama lain pun hanya tersedia tak seberapa terlalu banyak saat yang hancur karena entah pelarian atau memang nasib yang menginginkannya begitu. betapa waktupun teramat sulit untuk berjodoh. terlebih dengan muatan barrier yang entah apa maksudnya menjadikan semua menjadi terasa terbuang dan bagaimanapun permainan sosial yang menderu bak mesin penghancur selalu membuat segalanya menjadi begini dan begitu.
tiada banyak bibit tersemai kala itu namun semuanya tumbuh dengan nekat dalam kondisi apapun yang sudah menjauhi gersang dan kerontang. sangat sulit untuk menjadikannya tumpuan dan spiral tujuan yang mengerucut, semuanya menjadi lebur meski saat pencarian menuangkan banyak cerita tersimpan dan luka fisik karena kelelahan yang menjadi penanda di tubuh ini. seakan semua sudah sirna dan tersimpan dalam almari kerelaan akan kehilangan yang sudah tak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. menjadi patri dalam jiwa betapa kristal itu sangat mengeras untuk bisa dihancurkan meski sudah menyatu dan tak terasa lagi.
saat ini semua sudah menjadi lautan yang maha luas dan tak bisa lagi dicomot hanya karena seorang pendosa yang sudah jauh mengelana menghilang untuk ditemukan dalam keadaan sekarat dan bukannya lagi sebagai barang berguna yang memiliki nilai sebagaimana masa lalunya yang masih menjadikan beban dalam hidupnya, sebuah beban tak termaafkan olehnya sendiri, sebuah sesal yang hanya akan menemui jalan buntu meski apapun akan diperbuat dan diperjuangkannya hanya untuk bersandiwara bahwa dirinya masih kokoh berdiri diatas kakinya dan senyum tulusnya yang selalu saja tersungging untuk memberikan bukti bahwa dirinya masih teguh seteguh kekerasan hatinya saat itu memendam luka yang disembunyikannya hingga saat ini, demi dan demi menjaga cintanya agar selalu berkobar meski di belahan alam sana yang siapapun tak boleh menengoknya terkecuali sang dewi permata hatinya yang datang lagi untuk kemudian tidak lagi menghargai karenanya dan mencemoohnya karena menyimpan sesuatu yang aneh dan tak masuk akal tesebut, maka terdiamlah dirinya tertegun, betapa sempit hati dan jiwanya, dan tak bergunanya dirinya meski masih bertanya mengapa dengan mudahnya dirinya dihina karena menyimpan sesuatu yang menjadikannya tetap hidup meski harus menghadapi segala hukuman dan salah yang bukan karenanya terjadi, hanya demi mempertahankan nilai dan harga dirinya, meski itupun diakuinya sebagai kekeliruan.
kini tawanya sudah sedemikian kering laksana matanya yang sudah tak bisa lagi sembab, dia hanya akan mempertahankan separuh hidupnya lagi tanpa harus berpikir banyak entah apa nanti terjadi, terpatri kuat di hatinya sebuah cahaya kesendirian yang akan sangat lama bahkan dalam segala keramaian pun dia telah merasa sendiri. tak berteman dan tak ada lagi yang perlu memperhatikannya, dia akan menyeberangi lautan mendaki gunung dan menghidupi tanggungjawabnya dengan tanpa warna lagi, tanpa warna tanpa hinggar dan semua masakan yang dilahapnya sudah tak berasa lagi, bahkan dengan ini dia akan menghabiskan seluruh sisa kehidupannya yang hambar, tanpa nama, tanpa tujuan, dan dengan apa adanya harus menyelenggarakan kehidupan sosialnya tanpa jiwa dan karakter yang sebentar lagi akan di kuburkannya sendiri tanpa nisan dan wanginya mawar.
tiada banyak bibit tersemai kala itu namun semuanya tumbuh dengan nekat dalam kondisi apapun yang sudah menjauhi gersang dan kerontang. sangat sulit untuk menjadikannya tumpuan dan spiral tujuan yang mengerucut, semuanya menjadi lebur meski saat pencarian menuangkan banyak cerita tersimpan dan luka fisik karena kelelahan yang menjadi penanda di tubuh ini. seakan semua sudah sirna dan tersimpan dalam almari kerelaan akan kehilangan yang sudah tak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. menjadi patri dalam jiwa betapa kristal itu sangat mengeras untuk bisa dihancurkan meski sudah menyatu dan tak terasa lagi.
saat ini semua sudah menjadi lautan yang maha luas dan tak bisa lagi dicomot hanya karena seorang pendosa yang sudah jauh mengelana menghilang untuk ditemukan dalam keadaan sekarat dan bukannya lagi sebagai barang berguna yang memiliki nilai sebagaimana masa lalunya yang masih menjadikan beban dalam hidupnya, sebuah beban tak termaafkan olehnya sendiri, sebuah sesal yang hanya akan menemui jalan buntu meski apapun akan diperbuat dan diperjuangkannya hanya untuk bersandiwara bahwa dirinya masih kokoh berdiri diatas kakinya dan senyum tulusnya yang selalu saja tersungging untuk memberikan bukti bahwa dirinya masih teguh seteguh kekerasan hatinya saat itu memendam luka yang disembunyikannya hingga saat ini, demi dan demi menjaga cintanya agar selalu berkobar meski di belahan alam sana yang siapapun tak boleh menengoknya terkecuali sang dewi permata hatinya yang datang lagi untuk kemudian tidak lagi menghargai karenanya dan mencemoohnya karena menyimpan sesuatu yang aneh dan tak masuk akal tesebut, maka terdiamlah dirinya tertegun, betapa sempit hati dan jiwanya, dan tak bergunanya dirinya meski masih bertanya mengapa dengan mudahnya dirinya dihina karena menyimpan sesuatu yang menjadikannya tetap hidup meski harus menghadapi segala hukuman dan salah yang bukan karenanya terjadi, hanya demi mempertahankan nilai dan harga dirinya, meski itupun diakuinya sebagai kekeliruan.
kini tawanya sudah sedemikian kering laksana matanya yang sudah tak bisa lagi sembab, dia hanya akan mempertahankan separuh hidupnya lagi tanpa harus berpikir banyak entah apa nanti terjadi, terpatri kuat di hatinya sebuah cahaya kesendirian yang akan sangat lama bahkan dalam segala keramaian pun dia telah merasa sendiri. tak berteman dan tak ada lagi yang perlu memperhatikannya, dia akan menyeberangi lautan mendaki gunung dan menghidupi tanggungjawabnya dengan tanpa warna lagi, tanpa warna tanpa hinggar dan semua masakan yang dilahapnya sudah tak berasa lagi, bahkan dengan ini dia akan menghabiskan seluruh sisa kehidupannya yang hambar, tanpa nama, tanpa tujuan, dan dengan apa adanya harus menyelenggarakan kehidupan sosialnya tanpa jiwa dan karakter yang sebentar lagi akan di kuburkannya sendiri tanpa nisan dan wanginya mawar.
I. Cord Of Life A man conceived a moment's answers to the dream Staying the flowers daily, sensing all the themes As a foundation left to create the spiral aim, A movement regained and regarded both the same, All complete in the sight of seeds of life with you Changed only for a sight, the sound, the space agreed Between the picture of time behind the face of need, Coming quickly to terms of all expression laid, Emotion revealed as the ocean maid, All complete in the sight of seeds of life with you Oh Coins and crosses Never know their fruitless worth; Cords are broken, Locked inside the mother earth They won't idle, they won't tell you, Watching the world, watching all of the world, Watching us go by And you and I climb over the sea to the valley, And you and I reached out for reasons to call ------------------------- II. Eclipse Coming quickly to terms of all expression laid, Emotion revealed as the ocean maid, As a movement regained and regarded both the same, All complete in the sight of seeds of life with you ------------------------- III. The Preacher the Teacher Sad preacher nailed upon the coloured door of time, Insane teacher be there reminded of the rhyme There'll be no mutant enemy we shall certify, Political ends, as sad remains, will die Reach out as forward tastes begin to enter you Ooh, ooh I listened hard but could not see Life tempo change out and inside me The preacher trained in all to lose his name; The teacher travels, asking to be shown the same In the end, we'll agree, we'll accept, we'll immortalize That the truth of the man maturing in his eyes, All complete in the sight of seeds of life with you Coming quickly to terms of all expression laid, As a moment regained and regarded both the same, Emotion revealed as the ocean maid, A clearer future, morning, evening, nights with you ------------------------- IV. Apocalypse And you and I climb, crossing the shapes of the morning And you and I reach over the sun for the river And you and I climb, clearer, towards the movement And you and I called over valleys of endless seas
senyum baca pesen di komentarnya heheheh
BalasHapusgak ngerti saya ini kemana tujuan tulisannya
nikmatin yes nya aja deh..
apalah arti dari sebuah nisan kalau justru membuat ingatan selalu terpaut pada masa lalu yang seharusnya sudah berlalu
BalasHapusSendiri.. Hadir sendiri pulang juga sendiri..
BalasHapusSetiap orang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri koq....
masa lalu kok berlalu... huahaha.. gampange... emang robot kambing congek po... akakakaka
BalasHapusdikubur tanpa nisan dan wangi kembang mawar. Seperti para pejuang kita dulu, yang mengutamakan bangsa dan negara bukan harta atau benda. gak kayak jaman saiki, durung mati ae wes bikin listing prosesi penguburan
BalasHapusngono yo apik...
BalasHapus