gopoh
mungkin benar mungkin juga tidak, juga tak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi ataupun pengulangan yang selalu saja diberikan meski dengan pengaruh keterkaitan serta ending yang selalu sama bahkan mungkin semakin memburuk dalam hal tertentu seakan memiliki daya kreasi untuk mencipta sebuah garis maya yang mungkin bernama jalan kehidupan atau nasib atau takdir yang pada awalnya adalah batas-batas imajinasi yang diciptakan sendiri untuk membatasi bahkan seakan menghukum diri sendiri agar selalu berada pada posisi yang diharapkan dan lagi-lagi diimajinasikan sendiri tergantung darimana referensi pengetahuan serta masukan apa yang pernah didengar untuk di cerna kemudian untuk diyakininya sebagai sebuah filosofi dan prinsip kehidupan seseorang.
begitulah mereka akan memagari dirinya sendiri dengan bangunan-bangunan kemewahan yang diyakininya memberikan nilai tersendiri yang menjadikannya istimewa dibandingkan orang lain bahkan ketika untuk saling memberi dan berbagi pun pagar pembatas itupun harus jelas untuk dipatuhinya meski pada awalnya adalah buatan sendiri atau pengetahuan yang tiba-tiba datang pas pada waktunya seiring dengan apa yang terjadi dan pengalamannya sendiri, tidak ada yang mengatakan bahwa itu jelek, tidak sempurna, aneh atau apapun, toh saat ini hal seperti itu adalah komoditi yang bisa menghasilkan nasi ataupun kemewahan lain demi sekedar mewarnai kehidupan dan mengisinya bagai mengisi sebuah kamar dengan perca atau hiasan yang dibelinya untuk kemudian dikatakannya menjadi sebuah pengalaman empiris bahkan mungkin bathiniah.
begitulah produksi pengetahuan itu akan berlangsung hingga selamanya berdasarkan kaidah keterkaitan dan hukum sebab akibat yang tentusaja menyebabkan jutaaan kejadian dengan akibat yang tidak kalah hebohnya, seperti halnya seorang lelaki yang penuh penyesalan untuk sekedar memberikan percik cahaya bagi hidupnya lantaran kesalahan akan sebuah hal yang pada konteks awalnya indah namun pada perjalanannya menjebak dirinya dalam kondisi tidak menentu hingga kehilangan segala sesuatu yang membuatnya bisa bangkit kembali menjalani kemanusiaannya yang utuh karena separoh jiwanya yang hilang entah kemana dan tak peduli lagi mengapa bisa begitu hingga dirinya harus tergopoh-gopoh menjajakan berita untuk memanggil kembali separoh jiwanya. betapa dia hanya berusaha mencari tanpa sebuah keinginanpun untuk membentengi dan merusak pagar yang sudah ada demi sebuah keutuhan jiwa yang meronta-ronta tanpa pernah direncanakannya karena menghormati sang pencuri jiwanya yang sekali lagi mungkin hanya imajinasi daya kreatifnya sendiri yang menumbuhkan citra cinta bagi pembawa separuh jiwanya itu yang mungkin sudah melanglang buana tanpa tepi dengan produksi pengetahuannya yang berbeda sementara lelaki itu hanya berhenti tertegun menyaksikan kegagalan-kegagalannya yang malah dijadikannya sebagai sebuah hiburan daripada kehilangan nuraninya yang meski menjerit dan meronta namun sebagai ujung tombak pencernaannya akan kehidupan dan sekaligus bentengnya untuk menjaga dirinya meski konteks yang berulang kadang membuatnya jengah dan berjalan tergopoh-gopoh tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Begitulah meski merasa sesak dan sadar separo jiwanya tak kunjung datang berusahalah dia untuk mencari sesempatnya meski selalu saja salah dan hanya keinginannya untuk mendapatkan cahaya kematiannya meski sudah terasa di awal namun bagaimanapun harus dilakukan dan dilakukannya terus tanpa pernah sesal untuk merasakan sakit yang menyesakkan dadanya selalu. begitulah dengan prinsip yang dibangun diatas pondasi ketololannya seakan menjadikannya sebuah patung yang selalu saja harus menyambut tamu tanpa dengan perasaan yang memang sudah embeding.
begitulah mereka akan memagari dirinya sendiri dengan bangunan-bangunan kemewahan yang diyakininya memberikan nilai tersendiri yang menjadikannya istimewa dibandingkan orang lain bahkan ketika untuk saling memberi dan berbagi pun pagar pembatas itupun harus jelas untuk dipatuhinya meski pada awalnya adalah buatan sendiri atau pengetahuan yang tiba-tiba datang pas pada waktunya seiring dengan apa yang terjadi dan pengalamannya sendiri, tidak ada yang mengatakan bahwa itu jelek, tidak sempurna, aneh atau apapun, toh saat ini hal seperti itu adalah komoditi yang bisa menghasilkan nasi ataupun kemewahan lain demi sekedar mewarnai kehidupan dan mengisinya bagai mengisi sebuah kamar dengan perca atau hiasan yang dibelinya untuk kemudian dikatakannya menjadi sebuah pengalaman empiris bahkan mungkin bathiniah.
begitulah produksi pengetahuan itu akan berlangsung hingga selamanya berdasarkan kaidah keterkaitan dan hukum sebab akibat yang tentusaja menyebabkan jutaaan kejadian dengan akibat yang tidak kalah hebohnya, seperti halnya seorang lelaki yang penuh penyesalan untuk sekedar memberikan percik cahaya bagi hidupnya lantaran kesalahan akan sebuah hal yang pada konteks awalnya indah namun pada perjalanannya menjebak dirinya dalam kondisi tidak menentu hingga kehilangan segala sesuatu yang membuatnya bisa bangkit kembali menjalani kemanusiaannya yang utuh karena separoh jiwanya yang hilang entah kemana dan tak peduli lagi mengapa bisa begitu hingga dirinya harus tergopoh-gopoh menjajakan berita untuk memanggil kembali separoh jiwanya. betapa dia hanya berusaha mencari tanpa sebuah keinginanpun untuk membentengi dan merusak pagar yang sudah ada demi sebuah keutuhan jiwa yang meronta-ronta tanpa pernah direncanakannya karena menghormati sang pencuri jiwanya yang sekali lagi mungkin hanya imajinasi daya kreatifnya sendiri yang menumbuhkan citra cinta bagi pembawa separuh jiwanya itu yang mungkin sudah melanglang buana tanpa tepi dengan produksi pengetahuannya yang berbeda sementara lelaki itu hanya berhenti tertegun menyaksikan kegagalan-kegagalannya yang malah dijadikannya sebagai sebuah hiburan daripada kehilangan nuraninya yang meski menjerit dan meronta namun sebagai ujung tombak pencernaannya akan kehidupan dan sekaligus bentengnya untuk menjaga dirinya meski konteks yang berulang kadang membuatnya jengah dan berjalan tergopoh-gopoh tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Begitulah meski merasa sesak dan sadar separo jiwanya tak kunjung datang berusahalah dia untuk mencari sesempatnya meski selalu saja salah dan hanya keinginannya untuk mendapatkan cahaya kematiannya meski sudah terasa di awal namun bagaimanapun harus dilakukan dan dilakukannya terus tanpa pernah sesal untuk merasakan sakit yang menyesakkan dadanya selalu. begitulah dengan prinsip yang dibangun diatas pondasi ketololannya seakan menjadikannya sebuah patung yang selalu saja harus menyambut tamu tanpa dengan perasaan yang memang sudah embeding.
Manatappppp...... Tergopoh... gopoh... :)
BalasHapusOia gmn acara di Solo kmren Mas? Ktmu sama Prof Ijoe?
gopoh ki podo ro gupuh po rak?
BalasHapusnggliyer ndase ndaaa... ra nyambung ndas karo atine.. hahaha
BalasHapus