wayang

Sekedar omong kegilaan saja bahwa adat yang dianut semacam kepatuhan yang selalu saja masih melekat dan sejak kecil ditanamkan kadang adalah sesuatu yang sudah direkayasa ratusan tahun bahkan mugkin secara tidak sadar adalah bukan dari kekayaan moyang sendiri secara negatif namun sebuah pemanfaatan atas kebodohan yang dibalut dengan energi-energi kebijakan yang sebenarnya hanyalah omong kosong. Seperti beberapa penggal wawancara imajiner meski secara lokal saja dan tak akan berpengaruh pada sendi-sendi kehidupan lingkungan kita yang memang sudah aneh, entah karena efek penjajahan atau karena memang keagungan feodalisme sebagai koridor atas jalannya sistem kesopanan kesantunan dan alur logika tangan kanan.


Bukan hanya karena pajak yang sudah menggerogoti alam sosial dan bernegara hingga nilai dari Rp.1 pun sudah dikeai pajak, namu umpan balik atau layanan yang diberikan sama sekali tidak mencerminkan atas kebijaksanaan untuk melakukan pajak yang baik dan benar disamping trend korupsi yang sudah ngetop sejak jaman dahulu kala, tanpa harus ada bapak korupsi atau metodologi penggarapannya namun semuanya sudah berjalan natural dan alami tanpa terasa lapisan terbawah sebagai korbannya pun mengikutinya tanpa merasakan bahwa merekalah korban yang paling tersakiti.

Devide et impera, masih saja menjadi andalan untuk menguasai kehidupan dalam segala sisi seperti proses pelaksaanaan siskamling, sistem RT danRW dan sebagainya hingga yang kecil-kecil, bahkan perlombaan diadakan, entah maksudnya apa yang jelas efek terkecil dalam kejiwaan menanamkan lokalitas dan rasa persaingan antar wilayah memang selalu masih mudah ditanamkan, entah karena nenek moyangnya seorang pelaut atau malah yang terbaru adalah koruptor. Belum jelas sama sekali, betapa pamong atau pangreh praja adalah sebuah singgasana jabatan kuasa yang aneh dalam abad demokrasi saat sekarang ini.

Simpel mungkin dengan penarikan pajak kebersihan maupun keamanan melalui ronda tiap malam, atau penarikan retribusi parkir yang diadakan oleh pemerintah lokal, tidak terlalu berat nilainya namun dibalik itu frekuensi dan perkalian dari hasilnya bisa dibayangkan juga dan terutama larinya kemana. Bukankah sudah ada aparat-aparatus penegakan untuk itu yang malah hanya bekerja kantoran dibayar dengan uang pajak namun selalu menyalahkan saja ketika ada maling dan rumah dalam keadaan tak terkunci, kemudian hanya menunggu laporan untuk tindak lanjut kemudian yang juga tidak cepat dan sigab.

Memang ada banyak kata-kata bijak kenegaraan untuk membenarkan praktek salah semacam, namun sampai kapan ketika pembayaran dan layanan yang semakin timpang terasa dapat diantisipasi dengan hal tersebut.

Komentar

  1. (maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
    pertama dulu aja

    BalasHapus
  2. (maaf) izin mengamankan KEDUA dulu. Boleh kan?!
    Keknya paraktek itu sudah seemikian kompaknya mulai level terbawah hingga level tertinggi

    BalasHapus
  3. akankah pajak yang ditarik dari rakyat..bisa kembali ke rakyat ya kang...atau malah tercecer kemana-mana...

    BalasHapus
  4. gitarisnya kek ian antono yak... hehehe

    BalasHapus
  5. maksudnya kita kek wayang gitu yak, hanya menuruti saja kehendak si dalang. he

    BalasHapus
  6. asalkan pajak untuk kepentingan rakyat, pasti kita tidak akan menggerutu ya

    Di sini pajak langsung dipakai untuk mendirikan bangunan dan sarana utk rakyat.Tapi masih suka diprotes karena.... terlalu mewah hahahaha

    EM

    BalasHapus
  7. Mas...wayang kan manut dalang nya...kalo sampe Wayang di tarik pajak sama dalang nya...ya...boleh2 aja...kan skenarionya boleh dijungkirbalikkan...perkara wayang mau ngambek mau demo nggak ada pakem nya...wayang ya kudu mau di ejek, di ketawain kayak badut, diadu....mau di kamplengi...mau di pateni....kalo nggak ntar nggak ada goro2 ne...keburu tancep kayon...hehe

    BalasHapus
  8. sayangnya, kita bukan wayang kulit yang tanpa kuasa apapun. kita adalah wayang yang dianugerahi hasrat dan rasa. kita berhak menentukan skenario apa yang ingin kita mainkan, karena Sang Dalang cukup demokratis kok. yang penting, kita siap dengan segala konsekwensi dari pilihan skenario itu... :)

    BalasHapus
  9. Aku bukan wayang, sekedar boneka unyil....

    BalasHapus
  10. hem .... your really good posts. My love, I am waiting for your next posting.

    BalasHapus
  11. saya pesimis dengan kebudayaan wayan di negeri ini, karena remaja saat ini cenderung untuk memilik kebudayaan westernisasi

    BalasHapus
  12. Masih mereka-reka makna sesungguhnya dari postingan ini mas. Tapi sudah pasti selalu berharap agar bangsa ini menjadi lebih baik ke depannya..

    BalasHapus
  13. Dan wayang-wayang itu semakin lusuh dan berdebu...

    BalasHapus
  14. disini pemerintahnya ketakutan bila ada rakyat yg mengadu dengan kata2 pamungkasnya. "Kemana uang pajak kami? Mengapa pelayanan yang kami terima buruk?" Waaa...raja n jajarannya bisa ngamuk n instansi terkait akan diacak2 porak poranda...makanya jalan bolong, pipa bocor, lampu jalan rusak..paling sehari udah langsung dibenerin...

    BalasHapus
  15. di sisi masyarakat umum, melakukan tax avoidence
    di sisi pemerintah, melakukan tax corruption
    hmmm..........
    dunia oh dunia......

    BalasHapus
  16. telah membudaya, dan sulit sekali untuk dicabut hingga ke akar-akarnya (doh)

    BalasHapus
  17. gimana kalo buttonnya ada di luar layar kompie?
    ini komen untuk suryaden.com

    BalasHapus
  18. yup betul, pajak ibarat upeti paksa dari pemerintah kpd rakyat, uang pajak dimakan para pejabat pajak itu sndri

    BalasHapus
  19. Wah kalau kayak wayang bisa brabe.. Ni yg nurut ama dalang nya

    BalasHapus
  20. Simpel mungkin dengan penarikan pajak kebersihan maupun keamanan melalui ronda tiap malam, atau penarikan retribusi parkir yang diadakan oleh pemerintah lokal..

    BalasHapus
  21. Masih mereka-reka makna sesungguhnya dari postingan ini mas. Tapi sudah pasti selalu berharap agar bangsa ini menjadi lebih baik ke depannya..

    BalasHapus
  22. This is nothing but sets of interlocking metal bands buy pandoraand the bride must arrange it in order to form a single ring out of it. Traditionally men wryly give this type of ring as a test of their womens monogamy. With the time passing this ritual has been obsolete any intellectual women can solve the ring puzzle pandora bracelets ukwith little bit of practice and little effort. In North America we got to see a different picture. In North America and in European countries it is seen that women wear two different rings cheap pandora braceletson the same finger. Those are a plain wedding band and an engagement ring. They buy such rings as a pair of bands designed to fit together.pandora bracelets saleAnd moreover it is also seen that women who are married for a long time wears three rings on their finger, from hand to tip of finger.

    BalasHapus
  23. budaya yang sudah ratusan tahun, dan mungkin sudah tercetak dalam kode genetik kita sehingga sangat sulit untuk dihilangkan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

asyura

Tattoo

tes otak, apakah masih logis atau tidak :-)

Gunung Raung

Selaput dara dan gangguannya

Permintaan Maaf yang tak akan diterima

Kumpulan Artikel Tentang ASI

larut