for the love of god
Jangan lagi bicara cinta, ketika panggung teatrikal yang mementaskan pengangkatan sumpah jabatan dengan sebuah kitab suci yang di acungkan pada atas kepala para anak manusia yang katanya disebut juga sebagai anak bangsa, anak negara, untuk menjadi para pemimpin bangsa dan negara. Janganlah bicara masalah sumpah apalagi serapah ketika buku suci tersebut yang dimaknakan sebagai perwujudan tuhan yang maha kuasa, untuk menjadi wakilnya dalam memimpin dan mengimami bangsa baik secara administratif ataupun bathiniyah secara kebatinan perbangsaan dan kenegaraan yang tumbuh suci tanpa bisa dihindari karena lahir dan numpang hidup serta numpang mati di bumi yang tentu saja bukan milik manusia ini.
Dengan adanya buku suci untuk mendengar sumpah itupun secara wujud semuanya mengakui akan keberadaan dosa maupun ketuhanan yang setuhan-tuhannya, tuhan yang tidak tidur, tidak bisa ditipu apalagi dikorupsi pahalanya dengan naik haji atas biaya negara yang tidak lain adalah biaya tuhan sendiri, mungkin salah kaprah ketika konteks ini nantinya dipalikasikan bahwa uang yang dikorupsi dan dihilangkan pada bank centuri yang tidak bertuhan itu adalah uang rakyat karena semua yang berusaha di bumi tuhan harus disahkan dan dilegalkan minimalnya atas nama notaris, belum lagi hak oesaha atau ijin gangguan yang tidak perlu lagi harus minta ijin pada tuhan, ataukah mereka yang kita minta ijini itu adalah perwujudan tuhan juga, entah... siapa tahu dan siapa sangka kenapa harus membayar pula.
Ataukah mereka menganggap bahwa buku itu hanyalah sebagai benda saja, sebuah barang yang dihasilkan dari penebangan pohon disana, kemudian dicetak menjadi kertas kemudian dirangkai dan dimasukkan ke percetakan untuk bisa di beri font-font yang akhirnya noktah-noktah tinta itu bisa menjelma dan dibaca untuk ditafsirkan sebagai perwujudan sesuatu yang maha dahsyat, demi pelanggengan kekuasaan ataukah itu hanya trik politik belaka sebagaimana kemudian yang dipraktekan dalam menjalankan tugas negara yang disederhanakan menjadi sebuah amanat kepartaian, amanat korps dan amanat-amanat lainnnya yang kemudian malah melupakan apa yang menjadi sumpahnya.
Mungkin ini pulalah yang menjadikan betapa kehidupan yang hanya salah sebuah bagian dari keberadaannya harus diperjuangkan namun bukan kehidupan itu sendiri pula, karena kehiduan ini adalah sebuah soneta tuhan, dimana dimainkan dengan berbagai alat dan mahluk bernama suara yang macam-macam sehingga bisa dinikmati menjadi sebuah ritme, baik ritme atas nama pribadi, golongan maupun kebangsaan. Jika salah satu dari banyak alat itu dimiskinkan atau di disable, hmmm.. mungkin jadinya bisa seperti ini yang kita rasakan dalam berbangsa dan bernegara yang ritmenya kian ganjil saja.
Betapa banyak suara minor dan fals yang diucapkan, bahkan dengan bangga dan tanpa sedikitpun mimik wajah bersalah atau menyesal dalam menyatakan pernyataan-pernyataan yang sama sekali tidak ingin didengarkan dan salah dalam arti yang sebenarnya. Oh.. betapa negara ini belum bisa memadukan musik baik atas nama tuhan ataupun atas nama kelaparan yang tak lama lagi akan berubah menjadi 'bulk chaos' meskipun tak ada yang menginginkannya. Ataukah akan semakin banyak para 'conthonger' yang multi talent dan bisa memainkan banyak alat musik akan terkena stroke dan serangan jantung... hmm... we'll wait and see aja... tapi lagu dibawah ini enak loh...
Dengan adanya buku suci untuk mendengar sumpah itupun secara wujud semuanya mengakui akan keberadaan dosa maupun ketuhanan yang setuhan-tuhannya, tuhan yang tidak tidur, tidak bisa ditipu apalagi dikorupsi pahalanya dengan naik haji atas biaya negara yang tidak lain adalah biaya tuhan sendiri, mungkin salah kaprah ketika konteks ini nantinya dipalikasikan bahwa uang yang dikorupsi dan dihilangkan pada bank centuri yang tidak bertuhan itu adalah uang rakyat karena semua yang berusaha di bumi tuhan harus disahkan dan dilegalkan minimalnya atas nama notaris, belum lagi hak oesaha atau ijin gangguan yang tidak perlu lagi harus minta ijin pada tuhan, ataukah mereka yang kita minta ijini itu adalah perwujudan tuhan juga, entah... siapa tahu dan siapa sangka kenapa harus membayar pula.
Ataukah mereka menganggap bahwa buku itu hanyalah sebagai benda saja, sebuah barang yang dihasilkan dari penebangan pohon disana, kemudian dicetak menjadi kertas kemudian dirangkai dan dimasukkan ke percetakan untuk bisa di beri font-font yang akhirnya noktah-noktah tinta itu bisa menjelma dan dibaca untuk ditafsirkan sebagai perwujudan sesuatu yang maha dahsyat, demi pelanggengan kekuasaan ataukah itu hanya trik politik belaka sebagaimana kemudian yang dipraktekan dalam menjalankan tugas negara yang disederhanakan menjadi sebuah amanat kepartaian, amanat korps dan amanat-amanat lainnnya yang kemudian malah melupakan apa yang menjadi sumpahnya.
Mungkin ini pulalah yang menjadikan betapa kehidupan yang hanya salah sebuah bagian dari keberadaannya harus diperjuangkan namun bukan kehidupan itu sendiri pula, karena kehiduan ini adalah sebuah soneta tuhan, dimana dimainkan dengan berbagai alat dan mahluk bernama suara yang macam-macam sehingga bisa dinikmati menjadi sebuah ritme, baik ritme atas nama pribadi, golongan maupun kebangsaan. Jika salah satu dari banyak alat itu dimiskinkan atau di disable, hmmm.. mungkin jadinya bisa seperti ini yang kita rasakan dalam berbangsa dan bernegara yang ritmenya kian ganjil saja.
Betapa banyak suara minor dan fals yang diucapkan, bahkan dengan bangga dan tanpa sedikitpun mimik wajah bersalah atau menyesal dalam menyatakan pernyataan-pernyataan yang sama sekali tidak ingin didengarkan dan salah dalam arti yang sebenarnya. Oh.. betapa negara ini belum bisa memadukan musik baik atas nama tuhan ataupun atas nama kelaparan yang tak lama lagi akan berubah menjadi 'bulk chaos' meskipun tak ada yang menginginkannya. Ataukah akan semakin banyak para 'conthonger' yang multi talent dan bisa memainkan banyak alat musik akan terkena stroke dan serangan jantung... hmm... we'll wait and see aja... tapi lagu dibawah ini enak loh...
jangan bicara juga tentang kesejahteraan, harga murah disana sini, barang ini dan itu, kalo ternyata yang kita ajukan dulu untuk membimbing kita menuju persemakmuran wong cilik dalam kelayakan hidup dan penghidupan ternyata terkesan cuek dan hanya membesarkan perutnya dan golongannya saja. dan itu sudah terbukti oleh langkah kaki kita dalam menjalani hari di negeri begajul ini yang semakin hari semakin merasa asing dalam derap langkahnya. ketika sang singa masih berkuasa, maka hukum rimba tetaplah ada dan berjalan terus menerus. dan mungkin hanya akan berhenti ketika sang singa tersebut kehilangan gigi dan cakar kukunya yang tajam..... beuhhhh.....
BalasHapussteve vainya wajib di donlot tuh, via keevid juga boleh (lol)
BalasHapusmenghayati sambil mendengarkan lagunya.... :D
BalasHapusitu salah satu masterpiece-nya steve vai kan kang?
BalasHapusnegara kelelawar ini udah tidak bertuhan sama sekali kang...
perenungan yang bagus untuk mengenang 100 hari pemerintahan SBY-Boed :)
BalasHapuslove the words..
merenung dulu
BalasHapuswakh keren nih om.....pa lagi dengan adanya lagu jadi tambah enak untuk melamunkan nya
BalasHapuswakh renungan yang bagus
BalasHapussaya kok ndak yakin sumpah yang dilakukan oleh para pejabat atau mereka yang diduga melakukan penyimpangan benar2 ingat Tuhan (T kapital) saat mengucapkannya, mas surya.
BalasHapuswakh aku gag ngerti nih mas.....aku malah lebih ngerti lagunya mas
BalasHapuswah mending dengerin lagunya...daripada liat para pelakon di panggung teatrikal, ga pernah selesai-selasai...to be continued melulu...kasus ini gantung dateng lagi kasus baru eh gantung lagi...seterusnya...seterusnya...
BalasHapusPENGUMUMAN
BalasHapustelah terjadi perubahan alamat dari
http://attayaya.blogspot.com
menjadi
http://www.attayaya.net
JIKA memiliki link blogroll atau tukeran link, mohon bantuannya untuk merubah alamat tersebut ke alamat yang baru
terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
ATTAYAYA BELAJAR
jiahahahaha... bahasanya resmi amat neh
maaf komennya jadi ga nyambung
Mas Antok... penulisan Tuhan seharusnya diawali dengan huruf besar bukan?
BalasHapusBTW yang "Prisoner Of Love" keren juga tuh.. hehehe
ia.... negara kita ini mau jadi apa ya.....
BalasHapusbingung jadinya :(
Mas,
BalasHapusSaya belum bisa berkomentar thd isi postingan ini. Pengen dengar lagunya saja tapi gak bisa, terblokir :)
jangan lagi bicara cinta
BalasHapuskarena cinta itu ada di hati, bukan dibibir saja
Aku yo ra tau ngomong cinta koq... tapi perlakuanku terhadap mereka membuktikan cintaku....
BalasHapustes
BalasHapuslha komeng tadi kemana yaaak?
cinta dr sang tuhan ...
BalasHapusakan berbalas :)
Wah aku juga termasuk lagi nih he.h.e.. lha wong hasil sitaan harta yang dikorupsi juga ndak jelas, mungkin jumlah yang digunakan untuk menanggulangi korupsi, tak sebanding dengan aset yang disitanya.
BalasHapusmelihat, mendengarkan dan menghayati lagu...
BalasHapusmasya allohu kana, ya alloh gusti, astaghfirulloh...
BalasHapusduh, ngeri saya...
BalasHapusdengerin lagunya juga ah...
BalasHapuspanjang juga ya lagunya...hehehe
BalasHapussumpah bosok
BalasHapuslagunya bahasa inggriss semua mas...
BalasHapus