Korban harus seimbang
Table of Contents

Semua bentuk konflik pada dasarnya memiliki kesamaan akan adanya perbedaan kepentingan atau perbedaan tujuan (incompatibility of goals) pada para pihak yang terlibat dalam konflik, dan masing-masing pihak berusaha untuk mencapai tujuan dimaksud, namun kadang disertai dengan upaya pihak yang satu untuk menyingkirkan pihak yang lain yang dianggap menjadi penghambat baginya dalam mencapai tujuan.
Untuk berkonflik mestilah ada perencanaan dan strategi, namun kalo sudah menjadi perang yang buas dan tidak ada batasan-batasan aturan mungkin namanya sudah bukan konflik lagi, namun kejahatan yang akan menyimpan dendam yang berkelanjutan. Kemarin ada sebuah diskusi yang santai dan informal dengan mengundang seorang expertise dari maluku yang bernama Robert B. Baowollo, diskusinya panjang dan menyenangkan sekali. Salah satunya yang lucu adalah anekdot dari Papua yang membawa kita untuk memahami seluk beluk kelompok yang berkonflik untuk dapat memberikan andil perdamaian atau resolusinya seperti dibawah ini.
Sejumlah suku di Papua ‘katanya’ memiliki tradisi perang tanding antarsuku. Perang hanya berlaku dari jam tertentu sampai jam tertentu. Di luar jam perang mereka boleh duduk bersama, mengisap rokok bersama, berbagi cerita dan anekdot seolah tidak ada perang. Aturan perang pun jelas: kalau sudah jatuh korban di salah satu pihak maka perang baru akan berakhir jika sudah ada korban di pihak lawan dalam jumlah yang sama. Itulah ‘aturan-aturan’ resolusi konflik. Dalam suatu peristiwa perang antarsuku muncul persoalan baru: siapa yang bisa menjadi wasit yang netral dan bisa dipercaya untuk menghitung jumlah korban pada kedua kelompok suku yang bertikai dan mengumumkan kepada para pihak yang bertikai bahwa jumlah korban pada kedua belah pihak sudah seimbang sehingga perang bisa dinyatakan selesai?
Maka muncul sebuah usul cerdas: “Bagaimana kalau kita mendatangkan orang Eskimo dari kutub Utara untuk menjadi wasit? Orang Eskimo pasti jujur, adil, dan tidak memihak karena ia belum pernah mengenal satu pun orang Papua sebelumnya. Usul diterima, dan wasit dari Kutub Utara pun didatangkan. Namun ketika perang berlangsung, sudah banyak korban yang jatuh pada kedua belah pihak, wasit dari Eskimo masih terus bengong. Ketika para pimpinan kedua kelompok yang berperang itu datang dan mengajukan protes, wasit orang Eskimo itu dengan enteng menjawab: “Ya, maaf tuan-tuan, saya tidak bisa membedakan mana orang dari suku A dan mana orang dari suku B. Semuanya tidak pakai celana, cuma pakai selongsong labu alias koteka untuk menutup ‘burung’ mereka, dan kadang ada yang bawa tas noken. Rambut sama keriting, otot sama kekar, teriakan kalian juga sama keras, tapi saya tidak mengerti apa yang kalian teriakkan.”
Demikian ceritanya dan manfaat yang bisa dipetik adalah bahwa konflik di tingkat akar rumput berjalan dengan logikanya sendiri. Dalam kebanyakan kasus, mereka yang datang dari luar sebagai fasilitator dalam resolusi konflik juga berjalan dengan logika mereka sendiri – kebanyakan menurut textbooks atau manual resolusi konflik yang dibuat oleh para ahli atau diadopsi dari model yang dibuat menurut pengalaman di belahan bumi lain. Menjadi fasilitator resolusi konflik dalam peran seperti wasit orang Eskimo dalam contoh di atas tentu merupakan sebuah kekonyolan yang tidak perlu terjadi. Namun pesan dari anekdot tersebut adalah bahwa para fasilitator perlu mengetahui banyak hal tentang masyarakat yang sedang terlibat dalam konflik. Untuk itu dibutuhkan assessment sebagai bagian dari kegiatan conflict mapping untuk mengetahui situasi yang sebenarnya. Tanpa peta konflik seorang fasilitator resolusi akan tersesat sendiri dan bakal menjadi sasaran empuk para pihak yang berkonflik. Nah lo....
Pasti Asik Tuh Jawabannya kalo ada yang Protes....
hhiihihii.........
Sebaiknya Dewi Persik atau Jupe yang jadi wasit, pasti akan terdengar suara tepuk tangan yang begemuruh mas ..*padahal suara koteka yang pada retak atau pecah tuh ...* hue he
eh ling nang mas gubrig mau kok tertulis paklik jokteng... jogja kah? kapan2 mampir jalan magelang, kutu patran yo... salam
konflik dan resolusi kaitannya dengan penfasilitasiannya memang seharusnya menjadi cakupan tersendiri dengan konsentrasi penyadaran dikedua belah pihak yang berkonflik. cuman kalo dinegari seperti ini apakah kemungkinan2 itu bisa terjadi jika penggede2 diibukota selalu menawarkan konflik sebagai media meluruskan masalah. kan itu mjd ciri khas negari ini. konflik diciptakan, rusuh, salah satu kena, kebijakan acak2an muncul, manufer politik dijalankan. lo nah...
@abang:wkakakakakkakakakak...
tabiek
senoaji
tapi klo aye merupakan penduduk di sana maka langkah yang saya ambil adalah merantau ke jakarta aja deh....soalnya saya takut Perang yang begituan...Gak ada yang diperebutkan selain hanya permainan belaka
OM klo mau pesan koteka seperti gambar contoh diatas bisa gak ya?!?!!
btw, tks sudah mau terlibat dalam pemilihan cerpen fave.
yang jelas ada persinggungan lingkungan luar dengan tradisi setempat. dan ini tidak hanya dijustifikasi dengan analogi wasit yang netral yang tidak tahu apa-apa, namun harus juga menambahkan jobdes wasit yang mencoba membuat tali koneksi antara tradisi setempat dengan dunia luar.
piss
Yang Damai dong....
Hidup ini Damai kan Indah
dan ikuti kata hati, sama halnya aku comment ke blogmu ini :)
Fasilitator memang sebaiknya punya telinga dan mata yang tajam dan kerendahan hati untuk menggunakan keduanya dalam memahami pihak yang sedang berkonflik, tidak dengan kacamatanya sendiri tapi dari sudut pandang mereka
kali ini....saya cuman bekomen...piss
Sangat sulit mencari penengah yang adil, ditambah lagi kalau penengahnya sama kaya cerita diatas hi..hi.., malah perang makin rame.
@ abang : wakakaka, aku juga mau liat juga dong...
@ departa : iya karena itu brutal, sebenarnya kan bisa aja dengan pembatasan tertentu, jika memang satria .. ya to mas
@ dwinacute : karena memang ada naluri perang dalam jiwa kita juga...
@ Bani Risset : kakaka... memang salah pilih, dan yang diilih sok tahu... wah repots...
@ suklowor : beres, sama pom bensin mananya?
@ Lyla : orang modern kalo konflik sudah nggak indah lagi seh mbak...
@ Senoaji : itulah celakanya mereka nggak jadi penengah, malah jadi salah satu beneficiaries...
@ SUPRIH dan ISTI : haha, ada toko online juga mas...
@ FATAMORGANA : tapi agak menurun nih, kontennya terlalu fokus..., makasih juga fata...
@ astrid savitri : karena mereka ingin diagungkan, dan kita udah hilang percaya diri, wah jadi klop deh.. sekalian remugnya...
@ debrian : kembali mas, ... suka saya maen ke situ loh...
@ ~noe~ : ya mas, begitulah... setuju itu...
@ Ullyanov : dan masalah bahasa juga menjebak militer kita sebenarnya, namun udah kadung ada korban, jadi berlarut-larut deh..., emang kalo udah bersenjata jalan dialogislah yang harus lebih gencar...
@ omiyan : entah juga apa yang ada dalam benak mereka,... pancen aneh juga...
@ www.katobengke.c: salam balik mas...
@ Baka Kelana : betul mas..., semoga bisa rampung dengan soft dan nyaman...
@ devianty : kikiki..., tapi memang ada loh...
@ awie : memang kalo cari yang pas itu harus dites dulu ya mas,...
@ deden : betul mas, di sana itu wes gak karuan ...
@ Susy Ella : wah, nggak ketemu je yang bradd pitt pake koteka... kekekeke...
@ Anonim : salah alamat, kalo mau nantang saya datang aja sendiri, tak ladenin mas..., ra peduli kowe sopo, kalo nabrak saya yo tak ladeni wis...
@ tripzibit : sebenarnya penginnya mereka nggak sampe sgitu, itu pesan sponsor biasanya...
@ bohamiksu : ya, itu impian semua insan mas...
@ grubik : betul itulah sejatinya fasilitator...
@ Cebong Ipiet : piss juga bong...
@ itempoeti : jadinya waton resolusi juga, kekeke...
@ Seno : iya, nyawa nggak ada yang jual lagi ya mas seno...
kan seharusnya kalau yang udah mati ya kalah gak usah meminta yang aneh2 dalam perang, ya udah biar yang udah mati cukup jadi mayat gentayangan aja nyari kemenyan di rumah yang menang perang n wasitnya(ghost, hiiik sereem he3...)
tapi yang pasti damai aja ehhh..lebih enak kok...
@ boyin : kacang di campir bur mas... wenake...
kayanya conflict mapping pemilu 2009 udah mulai neh...hihihi
saya ndak mau ngikut konplik - konplikan lageee, mending baca sambil senyam senyum melihat sebuah perbedaan, dan mudah - mudahan masih bisa tetep ereksi untuk meningkatkan adrenalin...wkwkwkwk
adohhhhh jadi nyontek kata - katanya kang suryaden neh...
ngacirrrrr,,,,,eitsssss...sendale lupa....
kaborrrrr.....
mending beli ikan sniper terus dipanggang kan uenakkkkk...wkwkwkwk
fasilitator dalam konflik susah2 gampang jadinya ya? mendingan gak ikut terlibat konflik, alias daerah abu abu alias golput, heuhehe...