Engah....
Empat tahun yang lalu, di hari ini bersama teman-teman sibuk memasukkan barang-barang seperti sandal, selimut, tenda hingga pakaian yang akan dikirim ke Papua bagi para saudara yang terkena bencana di sana.
Beberapa kontainer sedikit demi sedikit kami selesaikan hingga matahari agak condong ke barat. Kemudian beristirahat dan berencana pulang setelah paket tersebut berangkat ke tujuannya. Rasa lelah tergantikan dengan bayangan kesukacitaan para saudara yang nantinya menerima benda-benda tersebut.
Hingga kemudian mendengar berita tentang air laut yang menerjang ujung barat pulau Sumatera, sangat memukau dan mengerikan air yang menggenangi tempat itu. Lebih mengejutkan lagi adalah jumlah korban yang setiap saat di update selalu bertambah hingga puluhan ribu korban. Betapa hadiah akhir tahun yang paling mengerikan saat itu, duniapun tercengang melihat pemandangan yang begitu menakjubkan sekaligus mengerikan itu.
Hingga terjadinya Gempa Jawa yang meluluh lantakkan Jogja pada Mei 2 tahun setelah Tsunami di Aceh, baru kemudian bermunculan kesadaran akan kebencanaan yang agak progresif. Sangat kelihatan di saat-saat kritis itu peran lembaga non pemerintah yang biasanya dimusuhi oleh birokrasi karena lantang berbicara, dengan akses yang dimilikinya bisa dengan langsung berkoordinasi dan menurunkan apa yang dibutuhkan korban, tidak harus melalui aturan-aturan dan birokrasi yang berbelit-belit dan tidak sampai ke tujuan. Uniknya lagi lembaga-lembaga non pemerintah itu setelah otoritas kekuasaan menguasai medan langsung ditendang hingga tidak kelihatan lagi di permukaan.
Hal itu adalah masa-masa indah bagi penanganan kebencanaan, indah karena uang masih banyak dan belum terkena tsunami keuangan global. Sulit membayangkan ketika nantinya sumberdaya untuk menangani hal ini tidak ada karena masing-masing negara sibuk mengurusi pengangguran dalam negerinya. Ketika semua orang merasakan ketidakadilan, kezaliman, dan saling mencurigai.
Beberapa kontainer sedikit demi sedikit kami selesaikan hingga matahari agak condong ke barat. Kemudian beristirahat dan berencana pulang setelah paket tersebut berangkat ke tujuannya. Rasa lelah tergantikan dengan bayangan kesukacitaan para saudara yang nantinya menerima benda-benda tersebut.
Hingga kemudian mendengar berita tentang air laut yang menerjang ujung barat pulau Sumatera, sangat memukau dan mengerikan air yang menggenangi tempat itu. Lebih mengejutkan lagi adalah jumlah korban yang setiap saat di update selalu bertambah hingga puluhan ribu korban. Betapa hadiah akhir tahun yang paling mengerikan saat itu, duniapun tercengang melihat pemandangan yang begitu menakjubkan sekaligus mengerikan itu.
Hingga terjadinya Gempa Jawa yang meluluh lantakkan Jogja pada Mei 2 tahun setelah Tsunami di Aceh, baru kemudian bermunculan kesadaran akan kebencanaan yang agak progresif. Sangat kelihatan di saat-saat kritis itu peran lembaga non pemerintah yang biasanya dimusuhi oleh birokrasi karena lantang berbicara, dengan akses yang dimilikinya bisa dengan langsung berkoordinasi dan menurunkan apa yang dibutuhkan korban, tidak harus melalui aturan-aturan dan birokrasi yang berbelit-belit dan tidak sampai ke tujuan. Uniknya lagi lembaga-lembaga non pemerintah itu setelah otoritas kekuasaan menguasai medan langsung ditendang hingga tidak kelihatan lagi di permukaan.
Hal itu adalah masa-masa indah bagi penanganan kebencanaan, indah karena uang masih banyak dan belum terkena tsunami keuangan global. Sulit membayangkan ketika nantinya sumberdaya untuk menangani hal ini tidak ada karena masing-masing negara sibuk mengurusi pengangguran dalam negerinya. Ketika semua orang merasakan ketidakadilan, kezaliman, dan saling mencurigai.
mei bulan ulang tahunku...*gk nyambung hi..hi..*
BalasHapuskepercayaan di sini adalah barang langka, lebih langka dari LPG yg hilang dari peredaran
BalasHapusLPG bisa di cari lagi, kepercayaan susah dikembalikan
semoga gak ada bencana lagi di saat sulit kek gini yaa...
BalasHapus"Sulit membayangkan ketika nantinya sumberdaya untuk menangani hal ini tidak ada karena masing-masing negara sibuk mengurusi pengangguran dalam negerinya."
Sayangnya, belum banyak yang sadar bahwa tsunami keuangan global itu penyebabnya adalah kapitalisme global, bukan sosialisme global.
BalasHapusTuhan selalu adil koq...tak lah memberikan hal yg gak mungkin kita mampu untuk memikulnya khan....! I trusted that's!!!!
BalasHapusapa yang telah di berikan tuhan semua itu hanyaa cobaan, tinggal bagaimana kita menyikapinya
BalasHapusidem sama mas harry............cobaan = mendewasakan kita
BalasHapushemmmm, semoga kita selalu tabah menghadapinya.
BalasHapusjika kita tak mampu percaya, maka tak ada yang bisa dirubah, karena kita yang berusaha melakukan tindakan sosial,selain lahir dari hati nurani juga ada imbalan meski minimal hanya pengakuan dari diri sendiri bahwa kita termasuk kategori orang baik.selebihnya adalah pahala dari tuhan yang entah sudah kita rasa atau belum. hanya percaya hadirnya pahala itu, entah dikoropsi atau tidak, entah ditulis atau tidak, entah dibalas atau tidak. tapi karena percaya maka tetap kita lakukan. jadi mungkin tak perlu melihat menengok atau mempertimbangkan, punya, nggak punya, dikoropsi ,digelapkan atau apalah artinya. jika ingin berbuat ya berbuat aja. pasti dunia berubah menjadi baik jika orang baik berfikir hanya untuk berbuat dan tak memperdulikan yang lain menggerogoti.
BalasHapusya benar2 kita harusnya saling menginstropeksi diri btw met tahun baru 2009 bro
BalasHapus@ Kristina Dian Safitry :
BalasHapusweee...bulan mei...
@ Cebong Ipiet:
betuls sekali bongs...
@ pingin ngeblog:
semoga tidak ada yang memilukan hati lagi...
@ ARIEF ULLYANOV :
udah ngakunya kapitalis...boong lagi...modar tenan...hahahah
@ manggIs:
saya yakin juga mang...
@ Harry potter :
dan pasti ada hikmahnya...salut mas
@ Anna 'dTeepZ:
boleh nonton film dewasa...semoga ya...
@ gebrak:
kata tabah adalah intan dalam keindahannya...
@ Septian:
Amin, semoga tuhan mengabulkan...
@ NAZA LUCKZANA:
memang berani hidup adalah juga berani menderita karenanya...
@ Ikasmanca Community:
Interospeksi, pas buat menyambut tahun yang baru, selamat juga bro
kadang yang menjadi pelajaran terbaik bagi kita adalah melihat keadaan. Suhu benar. mestinya kita belajar tentang bagaimana cara mengelola kekayaan dan sumber daya agar bisa menjadi tabungan generasi mendatang. bukan malah mengurusnya untuk kepentingan sendi.....
BalasHapusKepercayaan adalah hal utama, tapi kenapa ya ko orang nggak memulai dan mencarinya dengan memberi kepercayaan dan menjaganya?? binun aku
BalasHapuscuriga boleh, emosi no
BalasHapus