Saya Siap Jadi Capres
Saya Siap Jadi Capres
[YOGYAKARTA] Sri Sultan Hamengku Buwono X siap maju sebagai calon presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 mendatang. Hal itu diungkapkan Sri Sultan melalui Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi, Sukardi Rinakit dan sineas Garin Nugroho kepada SP di Yogyakarta, Selasa (28/10), menjelang berlangsungnya pisowanan ageng di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Sukardi dan Garin adalah dua dari sekian banyak pendukung acara pisowanan ageng, pertemuan akbar antara Sultan dan rakyatnya. "Ya, Sultan menyatakan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karena panggilan Ibu Pertiwi, maka Sultan siap memimpin bangsa ini dengan menjadi capres pada Pilpres 2009 nanti. Pernyataan itu disampaikan siang ini pada pisowanan ageng," kata Sukardi.
Menurut Garin, Sultan tak bisa menolak dukungan rakyat yang luar biasa. "Dalam arti Sultan harus pasrah dengan kehendak rakyat," kata Garin yang bersama Sukardi mendukung Sultan.
Mengenai potensi, lanjut Garin, setidaknya sudah terbukti bahwa DIY selama 10 tahun di bawah kepemimpinan Sultan mengalami perkembangan menakjubkan.
"Keseimbangan antara pemikiran modern dan kultural tetap terpancar di DIY. Bukan tidak mungkin, Sultan akan menularkan aura ini pada skala nasional," paparnya.
Selain itu, peran ibu negara saat ini sangat minim, jaminan kesejateraan para perempuan dan anak menjadi termarginalkan. "Kita memang kehilangan sosok ibu negara. Di negara lain, setiap ibu negara juga punya visi dan misi. Saya berharap banyak kepada GKR Hemas yang memang sudah berkiprah dalam aktivitas sosial ini," tambahnya.
Mengenai dukungan, kata Garin, memang dukungan itu tidak cukup hanya dengan slogan dan pengerahan massa. Butuh wadah yang pas buat Sultan. Menilik perkembangan yang ada di tubuh Partai Golkar tempat di mana Sultan bernaung, Garin mengaku belum bisa banyak berkomentar. "Untuk sementara Republikan siap melaksanakan misi ini," ujarnya.
Garin dan Sukardi masuk dalam tim kecil bersama aktivis agama Muslim Abdurachman serta Romo Benny Susetyo Pr, gencar mendukung Sultan.
Sutradara yang menyabet berbagai penghargaan di dalam dan luar negeri ini sedianya menghadiri pemutaran filmnya Opera Jawa di Zuric, Swiss. Namun, ia memilih hadir di pisowanan ageng, Selasa (28/10), demi menyampaikan orasi budaya.
Garin berpendapat, saatnya bangsa ini berubah dan berani menempuh risiko dan menentukan pemimpin yang sejati. "Sikap pemimpin sejati itu hanya ada pada Sultan. Yang lain, bercampur aduk dengan misi pribadi," ujarnya.
Ditanggapi Positif
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Taufiq Kiemas menanggapi positif majunya Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai capres.
Taufik mengakui Sultan merupakan salah satu "saingan berat" untuk PDI-P. Menurutnya, Sultan memiliki sejumlah kriteria memadai untuk maju sebagai capres. "Sultan di Golkar juga senior, anak pejuang, ayahnya yang menyerahkan Yogya kepa- da Bung Karno," katanya di Jakarta, Selasa.
Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Sutrisno Bachir, Selasa, menilai, majunya Sri Sultan sebagai capres memberi kesegaran bagi kompetisi capres 2009 karena mendorong munculnya calon pemimpin baru, pemimpin alternatif.
Sayang, katanya, syarat pengajuan capres dan cawapres yang diusulkan pada perolehan angka 25 persen kursi di DPR melalui pemilu legislatif, akan mematahkan langkah calon-calon pemimpin alternatif untuk maju di Pilpres 2009, termasuk langkah Sri Sultan.
"Jika syarat pengajuan capres dan cawapres disepakati pada angka 25 persen kursi di DPR, maka jangan berharap capres alternatif bisa muncul karena dengan syarat itu sudah pasti hanya dua pasang- an calon yang bisa maju," katanya.
Sekjen Pemuda Demokrasi Kebangsaan (Pedeka) Rheindra Jais Sutan Pangeran menambahkan, Sultan sebagai raja menjadi panutan bagi masyarakatnya. Sedangkan seorang gubernur adalah pelayan masyarakat.
"Harus bisa dibedakan antara panutan dan pelayan. Karena itu, kalau mau bersaing dalam pilpres, Sultan harus mundur dari jabatannya sebagai gubernur," katanya.
Rheindra yang juga Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), menyatakan, hadirnya para raja pada acara pisowanan menandakan Sultan mendapat dukungan.
Dukungan Mengalir
Sementara itu, dukungan kepada Sultan untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia terus mengalir. Pada Senin (27/10) para aktivis 1998 mendeklarasikan pergerakan mereka, Persaudaraan Indonesia (Persindo) demi mendukung langkah Sultan menjadi presiden.
Menurut Ketua Dewan Nasional Persindo, Widihasto Wasana Putra, bentuk dukungan itu akan mereka wujudkan dengan menghimpun 20.000 simpatisan dari seluruh Indonesia untuk datang ke pisowanan ageng.
Selain itu Persindo yang terdiri dari para mantan mahasiswa penggerak reformasi menganggap sosok Sultan layak muncul sebagai pemimpin nasional sekaligus mengem- balikan reformasi yang me- lenceng.
"Rakyat butuh pemimpin baru yang punya visi kerakyatan dan seorang negarawan yang tumbuh dari rasa keprihatinan," ujar Widihasto.
Mengenai kendaraan partai untuk Sultan, Persindo dan kalangan muda memilih partai mana yang mengusung Sultan sebagai capres.
Pandangan yang sama juga dilontarkan pengurus Asosiasi Pemerintah Desa (Apdesi) DIY, Jiyono; Ketua Kelompok Perajin DIY, Ramlan; Ketua Forum Petani DIY, Riyanto; dan Ketua Masyarakat Seniman, Endang Sulastri.
Dukungan juga disampaikan Ketua Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Nasional Ulama KH Abdurrahman Chudlori langsung kepada Sri Sultan pada Minggu (26/10) malam. [152/NCW/J-11/M-16]
Last modified: 28/10/08
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/10/28/Utama/ut01.htm
Fakta dan berita yang terjadi Selasa, 28 Oktober 2008 :
1. Pisowanan Agung di alun-alun utara Jogyakarta, Sultan bersedia maju sebagai calon presiden.
2. Wiranto Ketua Umum Partai Hanura orasi dalam rangka 80 tahun Sumpah Pemuda, di Universitas Tunas Pembangunan, Solo
3. Megawati Soekarnoputri launching nomer urut PDIP, 28, pada 28 Oktober 2008 di alun-alun utara kraton Solo.
4. Hidayat Nur Wahid nonton Laskar Pelangi bersama kader-kadernya di Solo Grand Mall. Juga di Solo.
Empat fakta tersebut apakah kebetulan belaka??? Terjadi di pusat bekas
kerajaan Mataram, Jogyakarta Hadiningrat dan Surakarta Hadiningrat.
Apakah Jogya dan Solo dengan segala eksistensinya (budaya, masyarakat,
fenomena, sumber daya manusia, mitologi, dst) masih diperhitungkan??
Ada yang bisa memberi pencerahan tentang hal ini??
Komentar
Posting Komentar